Cari Blog Ini

Jumat, 28 Januari 2011

Tuhan adalah “Sangkan Paraning Dumadi


Tuhan adalah “Sangkan Paraning Dumadi”.

IA adalah sang Sangkan sekaligus sang Paran, karena itu juga disebut Sang Hyang Sangkan Paran. Ia hanya satu, tanpa kembaran, dalam bahasa Jawa dikatakan Pangeran iku mung sajuga, tan kinembari . Orang Jawa biasa menyebut “Pangeran” artinya raja, sama dengan pengertian “Ida Ratu” di Bali.
Masyarakat tradisional sering mengartikan “Pangeran” dengan “kirata basa”. Katanya pangeran berasal dari kata “pangengeran”, yang artinya “tempat bernaung atau berlindung”, yang di Bali disebut “sweca”. Sedang wujudNYA tak tergambarkan, karena pikiran tak mampu mencapaiNYA dan kata kata tak dapat menerangkanNYA. Didefinisikan pun tidak mungkin, sebab kata-kata hanyalah produk pikiran hingga tak dapat digunakan untuk menggambarkan kebenaranNYA.
Karena itu orang Jawa menyebutnya “tan kena kinaya ngapa” ( tak dapat disepertikan). Artinya sama dengan sebutan “Acintya” dalam ajaran Hindu. Terhadap Tuhan, manusia hanya bisa memberikan sebutan sehubungan dengan perananNYA. Karena itu kepada NYA diberikan banyak sebutan, misalnya: Gusti Kang Karya Jagad (Sang Pembuat Jagad), Gusti Kang Gawe Urip (Sang Pembuat Kehidupan), Gusti Kang Murbeng Dumadi (Penentu nasib semua mahluk) , Gusti Kang Maha Agung (Tuhan Yang Maha Besar), dan lain-lain.Sistem pemberian banyak nama kepada Tuhan sesuai perananNYA ini sama seperti dalam ajaran Hindu. “Ekam Sat Viprah Bahuda Vadanti” artinya “Tuhan itu satu tetapi para bijak menyebutNYA dengan banyak nama”.

Hubungan Tuhan dengan Ciptaannya.

Tentang hubungan Tuhan dengan ciptaanNYA, orang Jawa menyatakan bahwa Tuhan menyatu dengan ciptaanNYA. Persatuan antara Tuhan dan ciptaannya itu digambarkan sebagai “curiga manjing warangka, warangka manjing curiga”, seperti keris masuk ke dalam sarungnya, seperti sarung memasuki kerisnya. Meski ciptaannya selalu berubah atau “menjadi” (dumadi), Tuhan tidak terpengaruh oleh perubahan yang terjadi pada ciptaanNYA.
Dalam kalimat puitis orang Jawa mengatakan: Pangeran nganakake geni manggon ing geni nanging ora kobong dening geni, nganakake banyu manggon ing banyu ora teles dening banyu. Artinya, Tuhan mengadakan api, berada dalam api, namun tidak terbakar, mencipta air bertempat di air tetapi tidak basah.
Sama dengan pengertian wyapi, wyapaka dan nirwikara dalam agama Hindu. Oleh karena itu Tuhan pun disimbolkan sebagai bunga “teratai” atau “sekar tunjung”, yang tidak pernah basah dan kotor meski bertempat di air keruh. Ceritera tentang Bima bertemu dengan “Hanoman”, kera putih lambang kesucian batin, dalam usahanya mencari “tunjung biru” atau “teratai biru’ adalah sehubungan dengan pencarian Tuhan. Menyatunya Tuhan dengan ciptaanNYA secara simbolis juga dikatakan “kaya kodhok ngemuli leng, kaya kodhok kinemulan ing leng”, seperti katak menyelimuti liangnya dan seperti katak terselimuti liangnya.
Pengertiannya sama dengan istilah immanen sekaligus transenden dalam filsafat modern, yang dalam Bhagavad Gita dikatakan “DIA ada padaKU dan AKU ada padaNYA”.

Dengan pengertian demikian maka jarak antara Tuhan dan ciptaannya pun menjadi tak terukur lagi. Tentang hal ini orang Jawa mengatakan: “adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa senggolan”, artinya jauh tanpa batas, dekat namun tak bersentuhan.
Dari keterangan di atas jelaslah bahwa pada hakekatnya filsafat Jawa adalah Hinduisme, yang monotheisme pantheistis. Karena itu pengertian Brahman Atman Aikyam, atau Tuhan dan Atman Tunggal, juga dinyatakan dengan kata-kata “Gusti lan kawula iku tunggal”. Di sini pengertian Gusti adalah Tuhan yang juga disebut Ingsun, sedang Kawula adalah Atman yang juga disebut Sira, hingga kalimat “Tat Twam Asi” pun secara tepat dijawakan dengan kata kata “Sira Iku Ingsun” atau “Engkau adalah Aku”, yang artinya sama dengan kata-kata “Atman itu Brahman”.

Pemahaman yang demikian itu tentunya memungkinkan terjadinya salah tafsir, karena menganggap manusia itu sama dengan Tuhan. Untuk menghindari pendapat yang demikian, orang Jawa dengan bijak menepis dengan kata-kata “ya ngono ning ora ngono”, yang artinya “ya begitu tetapi tidak seperti itu”. Mungkin sikap demikian inilah yang menyebabkan sesekali muncul anggapan bahwa pada dasarnya orang Jawa penganut pantheisme yang polytheistis, sebab pengertian keberadaan Tuhan yang menyatu dengan ciptaannya ditafsirkan sebagai Tuhan berada di apa saja dan siapa saja, hingga apa saja dan siapa saja bisa diTuhankan. Anggapan demikian tentulah salah, sebab Brahman bukan Atman dan Gusti bukan Kawula walau keberadaan keduanya selalu menyatu. Brahman adalah sumber energi, sedang Atman cahayanya. Kesatuan antara Krisna dan Arjuna oleh para dalang wayang sering digambarkan seperti “api dan cahayanya”, yang dalam bahasa Jawa “kaya geni lan urube”
Read more »

hamemayu


Dalam bahasa kearifan lokal, manusia harus selalu ingat kewajiban pokoknya, yaitu Hamemayu-Hayuning Bawana. Ikatan manusia dengan Allah SWT, berupa keyakinan dan kepercayaan yang diwujudkan dalam panembah lan pangesti seperti ditulis dalam tuntunan kalam, yang disebut agama, mewajibkan manusia manembah (sembahyang, samadi) hanya tertuju kepada Yang Satu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Manusia itu paling dipercaya ngembani asmaning Allah, maka manusia harus menduduki rasa kemanusiaannya. Untuk itu, manusia harus bisa menempatkan diri pada citra ke-Tuhanannya. Allah telah menciptakan apa saja untuk manusia, jagat sak isine, tinggal bagaimana manusia bekti marang Allah Kang Maha Esa. Tergantung manusianya, seberapa besar tanggung jawabnya marang Kang Maha Kuasa, sebab bawana beserta seluruh isinya adalah menjadi tanggung jawab manusia.

Ketika manusia sudah sampai pada titi mangsa harus pulang marang pangayuning Pangeran, berarti dari tidak ada menjadi ada (ora ana dadi ana) menjadi tidak ada lagi (ora ana maneh). Artinya, sakabehing dumadi yen wis tumekaning wates kodrate, mesti bakal mulih marang mula-mulanira lan sirna. Awal-akhire, artinya sangkan paraning dumadi wis khatam/tamat. Kalau umat manusia sudah tidak ada lagi – kang dadi asmaning Allah – juga tidak akan disebut (kaweca)

Note : hamemayu hayuning bawana
Falsafah Jawa yang tidak lekang oleh waktu, bisa ditempatkan di segala jaman
Dalam bahasa pakar ekologi : "sustainable development"

adalah keselarasan arah vertikal dan horisontal
Vertikal : hubungan manusia dengan Sang Pencipta
Horisontal : hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam tempatnya hidup, manusia dengan mahluk lain yaitu hewan dan tumbuhan
Memuat ajaran Tri Satya Brata
''Rahayuning bawana kapurba waskitaning manungsa" artinya : kesejahteraan dunia tergantung manusia yang memiliki ketajaman rasa

"Darmaning manungsa mahanani rahayuning negara"
artinya : tugas hidup manusia adalah menjaga keselamatan negara.

''Rahayuning manungsa dumadi karana kamanungsane"
artinya : keselamatan manusia oleh kemanusiaannya sendiri

Semua untuk membuat keselarasan dalam dunia yang akan membuat semua penghuninya nyaman dan hidupnya menjadi indah.....

nuwun,
-tita-
Read more »

ajara pokok syehk siti jenar

Nah, ajaran pokok yang pertama dari Syekh Siti Jenar adalah tidak mengabsolutkan pendapat. Pendapat boleh diperdebatkan, akan tetapi pendapat tidak untuk melindas pendapat orang lain. Munculnya berbagai mazhab dalam berbagai agama di dunia membuktikan bahwa ajaran agama pasca pendirinya sebenarnya merupakan pendapat yang dikembangkan dari ajaran asal agama itu. Jadi, kebenaran pendapat adalah kebenaran yang dibangun atas akseptabilitas masyarakat atau komunitas tempat pendapat itu berkembang.
Ajaran pokok yang kedua adalah menjadi manusia hakiki, yaitu manusia yang merupakan perwujudan dari hak, kemandirian, dan kodrat.
Hak. Kebanyakan kita berpendapat bahwa kita harus mendahulukan kewajiban daripada hak. Perhatikanlah para pejabat kita selalu menuntut rakyat untuk menjalankan kewajibannya dulu sebelum mendapatkan haknya. Warga dituntut membayar pajak, mematuhi undang-undang dan peraturan yang ditentukan oleh para elite politik, dan melaksanakan berbagai macam kepatuhan. Menurut Syekh Siti Jenar, harus ada hak hidup lebih dulu. Inilah kebenaran! Tak ada kewajiban apa pun yang bisa diberikan kepada seorang bayi yang baru dilahirkan. Oleh karena itu, begitu seorang bayi manusia dilahirkan semua hak-haknya sebagai manusia harus dipenuhi terlebih dahulu.
Tidak peduli ia dilahirkan di keluarga kaya atau miskin, hak memperoleh pengasuhan, perawatan, penjagaan, perlindungan, dan mendapatkan pendidikan harus dipenuhi. Hak-hak tersebut dipenuhi agar ia menjadi manusia yang dapat menjalankan kewajibannya sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan negara. Dengan cara itu akhirnya ia menjadi manusia hakiki, manusia sebenarnya yang dapat berkiprah dalam kehidupan nyata, baik sebagai pribadi maupun warga sebuah negara. Salah satu unsur untuk menjadi manusia yang hidup merdeka terpenuhi.
Kemandirian. Pemenuhan hak dan kewajiban barulah tahap awal untuk menjadi manusia hakiki. Tahap berikutnya adalah mendidik, mengajar, dan melatihnya agar bisa menjadi manusia yang hidup mandiri. Ia harus diarahkan agar mampu hidup yang tidak tergantung pada orang lain. Dengan demikian, kehidupan mandiri akan tercapai bila terjadi kesalingtergantunga n antar anggota masyarakat dan sekaligus kemerdekaan (interdependence and independence) .
Perhatikanlah keadaan ekonomi masyarakat Indonesia sekarang ini. Kita amat sangat tergantung pada bantuan atau hutang luar negeri. Negara yang dilimpahi kekayaan alam yang luar biasa ini justru dihisap oleh negara-negara maju di dunia ini. Setiap bayi yang dilahirkan yang seharusnya merupakan aset negara, ternyata tumbuh menjadi manusia-manusia pencari kerja dan bahkan menjadi beban negara. Hal ini disebabkan terjadinya manusia-manusia yang tergantung pada orang lain. Hubungan yang terjadi adalah hubungan orang-orang lemah dengan orang-orang kuat. Yang lemah merasa sangat memerlukan yang kuat, sedangkan yang kuat berbuat tidak semena-mena terhadap mereka yang lemah.
Akibat dari keadaan tersebut tambah tahun pengangguran akan semakin bertambah besar. Yang menjadi gantungan relatif tetap, sedangkan yang menggatungkan diri bertambah banyak. Terjadi relasi yang tidak seimbang, sehingga kehidupan masyarakat menjadi rawan.
Kodrat. Inilah unsur berikutnya yang menopang asas hak dan kemandirian dalam kehidupan masyarakat. Kodrat pada manusia merupakan kuasa pribadi. Kodrat tidak didapat dari luar diri. Dengan demikian kodrat tidak berasal dari pelatihan dan pendididikan. Tetapi kodrat harus diberikan ruang yang kondusif agar suatu bentuk kemampuan khusus yang dianugerahkan pada setiap orang bisa terwujud. Dalam hal ini, pelatihan akan meningkatkan kualitas kodrat yang dimiliki seseorang.
Dalam psikologi kodrat dapat dikatakan hampir sama dengan talenta. Bila seseorang tidak diberikan kesempatan untuk dapat mengaktualisasikan dirinya, maka kodratnya kemungkinan besar tak akan terwujud. Padahal, kodrat yang ada pada diri seseorang itulah yang bisa menjadi sarana untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya. Bila setiap orang bisa mewujudkan kodratnya, maka akan terwujud hubungan yang saling memberikan dan sekaligus saling membutuhkan. Setiap orang akan memiliki nilai tawar bagi orang lain.
Harmonisasi dan ikatan antar warga negara akan menguat bila sebagian besar penduduknya bisa mewujudkan ketiga unsur manusia hakiki tersebut. Keragaman masyarakat pun kecil dan kesenjangan ekonomi dapat dinihilkan. Akhirnya jati diri manusia akan muncul dengan sendirinya, dan kita akan menjadi bangsa yang kokoh dan tidak mudah diprovokasi.
Ajaran pokok Syekh yang ketiga adalah hubungan antara satu orang dengan orang lain merupakan hubungan kodrat dan iradat. Hubungan satu orang dengan orang lain bagaikan hubungan kerja dalam satu tim, sehinga tidak terjadi hubungan posisi yang memerintah dan yang diperintah. Tak ada hubungan kekuasaan. Antara manusia yang satu dengan yang lain terikat oleh kodrat dan iradatnya, sehingga seperti hubungan sel yang yang satu dengan sel lainnya dalam satu tubuh, dan hubungan organ yang satu dengan organ lainnya dalam satu tubuh.
Kalau kita amati cara kerja organ-organ dalam tubuh manusia, maka kita akan ketahui bahwa masing-masing organ –seperti otak, penglihatan, penciuman, pendengaran, paru-paru, jantung, hati, ginjal, usus, dan lain-lain– akan bekerja sama, dan masing-masing menjalankan peranannya. Seharusnya kehidupan masyarakat manusia juga demikian. Dengan mewujudkan masyarakat yang berupa kumpulan manusia-manusia hakiki, masing-masing orang atau kelompok menjalankan fungsinya dengan benar, maka akan terbentuk kehidupan yang sehat dan tidak terjadi penghisapan antara orang yang satu terhadap orang lainnya. Inilah kehidupan dunia yang didambakan oleh Syekh Siti Jenar, yang justru sekarang tumbuh dan berkembang di negara maju.
Ajaran pokok yang keempat : segala sesuatu di alam semesta ini adalah satu dan hidup. Dalam salah satu pupuhnya disebutkan bahwa bumi, angkasa, samudra, gunung dan seisinya, semua yang tumbuh di dunia, angin yang tersebar di mana-mana, matahari dan rembulan, semuanya merupakan keadaan hidup. Jadi, semua yang ada merupakan wujud kehidupan.
Menurut Syekh Siti Jenar yang dinamakan makhluk hidup adalah kehidupan yang terperangkap dalam alam kematian. Zat mati tak akan dapat menimbulkan kehidupan, sedangkan zat hidup tak akan tersentuh kematian. Tuhan disebut zat yang mahahidup karena Dia eksis karena Diri-Nya sendiri. Kekuatan hidup-Nya mengalir dalam alam kematian sehingga muncul sebagai makhluk hidup. Sekarang bandingkan dengan tulisan-tulisan dari Barat dewasa ini, akan kita temukan pernyataan mereka bahwa semuanya satu, semuanya hidup. Dengan demikian, pandangan Syekh Siti Jenar luar biasa. Banyak pandangannya yang justru bersesuaian dengan pandangan kaum teosofi maupun para spiritualis dari Barat.
Bila kita menyadari bahwa lingkungan kita adalah keadaan yang hidup, maka tentu kita akan memperlakukan lingkungan kita dengan sebaik-baiknya karena kita dan lingkungan kita sebenarnya satu dan sama-sama sebagai keadaan yang hidup. Bila kita menyadari tentu kita akan berhati-hati dalam memperlakukan lingkungan kita.
Ajaran pokok yang kelima: pemahaman tentang ilmu sejati. Dikisahkan dalam Serat Siti Jenar yang ditulis oleh Aryawijaya: Sejati jatining ngèlmu, lungguhé cipta pribadi, pustining pangèstinira, gineleng dadya sawiji, wijanging ngèlmu dyatmika, nèng kahanan eneng ening. Hakikat ilmu sejati itu terletak pada cipta pribadi, maksud dan tujuannya disatukan adanya, lahirnya ilmu unggul dalam keadaan sunyi dan jernih.
Menurut Syekh Siti Jenar manusia haruslah kreatif karena manusia telah diberi anugerah oleh Yang Mahakuasa untuk dapat mengaktualisasikan ilmunya yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Jadi, ilmu sejati bukanlah ilmu yang kita terima dari orang lain. Yang kita dapatkan melalui indra, pengajaran dari orang lain, itu hanyalah refleksi ilmu. Dan, ternyata sejak abad ke-20 pemahaman bahwa ilmu lahir dari kedalaman batin telah menjadi pemahaman yang universal. Itulah sebabnya orang-orang Barat tekun dalam melakukan perenungan dan pengkajian terhadap tanda-tanda di alam semesta.
Jadi, harus ada suasana kondusif bagi orang-orang yang mendalami ilmu pengetahuan. Suasana kondusif bagi ilmuwan adalah iklim kerja yang membuat ilmuwan tersebut dapat bekerja dengan tenang, nyaman, dan bebas dari berbagai penyebab kekalutan dan kesulitan. Dan, tentunya hak-hak untuk dapat menjadi ilmuwan sejati haruslah dipenuhi. Ingat, setiap orang telah diberi potensi dan talenta yang disebut kodrat. Dan, bagi mereka yang memiliki kodrat untuk menjadi ilmuwan harus disediakan iklim kerja yang kondusif sehingga bisa menghasilkan hal-hal yang dibutuhkan manusia.
Ajaran pokok yang keenam: umumnya orang hidup saling membohongi. Banyak hal yang sebenarnya kita sendiri tidak tahu, tapi kita menyampaikannya juga kepada teman-teman kita. Hal ini banyak sekali terjadi dalam ajaran agama. Banyak orang yang sekadar hafal dalil, tetapi sebenarnya dia tidak mengetahui apa yang dimaksud oleh dalil itu. Akhirnya pemahaman yang keliru itu menyebar dan terbentuklah opini yang salah.
Masyarakat yang dipenuhi dengan pemahaman dan opini yang salah sama dengan masyarakat yang dipenuhi sampah. Masyarakat demikian pasti rawan terhadap serangan penyakit. Oleh karena itu, masyarakat harus dibebaskan dari berbagai macam kebohongan. Masyarakat harus diajar dan dididik untuk memahami segala sesuatu seperti apa adanya.
Agar tidak hidup saling membohongi manusia harus kembali mengenal dirinya. Setiap orang harus dididik untuk menyadari perannya dalam hidup ini. Para cerdik cendekia harus mengerti fungsinya di dunia. Orang harus diajar untuk bisa mengerti dunia ini sebagaimana adanya. Agama harus diajarkan sebagai jalan hidup dan bukan alat untuk meraih kekuasaan. Oleh karena itu, keimanan harus diajarkan dengan benar dan bukan sekadar diajarkan sebagai kepercayaan. Iman harus diajarkan sebagai penghayatan, pengalaman, dan pengamalan kebenaran.
Ayat-ayat kitab suci harus dipahami berdasarkan kenyataan, dan tidak diindoktrinasikan serta diajarkan secara harfiah sesuai dengan asal kitab suci tersebut. Agama harus diajarkan secara arif dan bisa dibumikan, tidak terus menggantung di langit. Agama harus diterjemahkan dalam bentuk yang dapat dipahami dan dipraktikkan oleh masyarakat penerimanya.
Ajaran pokok yang ketujuh: nama Tuhan diberikan oleh manusia. Lima ratus tahun yang lalu Syekh telah menyatakan dengan tegas bahwa manusialah yang memberikan nama pada Tuhan. Oleh karena itu, nama bagi Tuhan bermacam-macam sesuai dengan bahasa dan bangsa yang menamai-Nya. Dan, perlu diketahui bahwa Tuhan sendiri sebenarnya tidak perlu nama, karena Dia hanya satu adanya. Sesuatu diberi nama karena untuk membedakan dengan sesuatu lainnya. Nama diberikan agar kita tidak keliru tunjuk atau salah sebut.
Bagi Syekh Siti Jenar, apapun sebutan yang diberikan kepada-Nya haruslah sebutan yang terpuji, yang baik, yang pantas. Bahkan dalam Alquran dinyatakan dengan tegas pada Q. 7:180 bahwa manusia diperintah untuk memohon kepada-Nya dengan nama-nama baik-Nya, atau al-asmâ-u l-husnâ. Dan, pada Q.17:110 dinyatakan bahwa Dia dapat diseru dengan nama Allah, Ar Rahman, atau dengan nama-nama baik-Nya yang lain.
Sungguh, sangat mengherankan bila di zaman sekarang ini kita berebut nama Tuhan. Secara teoritis umat Islam dididik untuk meyakini bahwa Tuhan itu Yang Maha Esa. Tetapi, dalam kenyataannya sebagian orang Islam –seperti yang terjadi di Malaysia – malah meminta orang yang beragama lain untuk tidak menggunakan lafal Allah bagi sebutan Tuhan pada agama lain tersebut. Inilah pemahaman yang salah! Kalau kita –yang Muslim— menolak pemeluk agama lain menyebut Allah bagi Tuhannya, maka secara tak sadar kita mengakui bahwa Tuhan itu lebih dari satu.
Sudah waktunya kita ajarkan ketuhanan dengan benar sehingga kita tidak berebut tulang tanpa isi. Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa mengamalkan nilai-nilai ketuhanan dengan benar itulah yang amat penting dalam hidup ini. Bagi orang Indonesia , menghayati dan mengamalkan nilai-nilai ketuhanan dengan benar merupakan penegakan Sila yang pertama.
Ajaran pokok yang kedelapan: raja agama sesungguhnya raja penipu. Sebagaimana telah diterangkan bahwa agama adalah jalan hidup. Oleh karena itu, agama harus diajarkan untuk menjadi jalan hidup, sehingga pemeluk agama bisa hidup tenang, bahagia dan bersemangat dalam menjalani hidup. Agama harus diajarkan untuk menjadi landasan moral dan perilaku, sehingga agama benar-benar sebagai nilai luhur dan menjadi rahmat bagi semesta alam.
Syekh tidak ingin membohongi masyarakat Jawa, oleh karena itu agama islam diajarkan dengan cara yang pas bagi bumi dan manusia Jawa. Untuk hal itu diperlukan penafsiran, dan tidak disebarkan dalam bentuk budaya asalnya. Agama tidak disebarkan dengan kekuasaan raja, sebab menurut Syekh raja yang memanfaatkan agama adalah raja penipu. Sering terjadi bahwa untuk memenuhi kepentingan penguasa, agama dijadikan alat menguasai rakyat. Agama yang seharusnya dikuasai oleh rakyat, yang terjadi justru sebaliknya yaitu rakyat yang dikuasai oleh agama.
Jika di Eropa pada abad ke-19 orang-orang mulai mempertanyakan peranan agama, dan bahkan ada yang memandang bahwa agama sebagai candu bagi masyarakat dan harus disingkirkan dari gelanggang kehidupan bernegara, maka empat ratus tahun sebelumnya Syekh Siti Jenar justru ingin menerapkan agama sebagai penyegar dan pencerah bagi pemeluknya. Oleh karena itu, agama diajarkan tanpa melibatkan kekuasaan negara. Di sinilah Syekh bertabrakan dengan kepentingan Walisanga.
Syekh amat sadar bahwa di dunia ini penuh dengan tipu daya. Hampir di semua negara pada waktu itu terjadi relasi keuasaan antara raja/penguasa dengan para tokoh agama. Dengan kata lain, raja dan tokoh agama berbagi kekuasaan. Yang dikuasai dan yang dijadikan pijakan hidup oleh raja dan tokoh agama adalah rakyat. Inilah yang oleh Syekh disebut sebagai penipuan. Oleh karena itu, sudah waktunya agar agama benar-benar menjadi milik masyarakat, dan negara tidak mengurusi agama. Yang diurusi oleh negara adalah tegaknya hukum positif, perlindungan bagi setiap orang tanpa memandang agama dan kepercayaannya. Yang diurusi oleh negara adalah kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Ajaran pokok yang kesembilan: segala sesuatu di alam semesta adalah Wajah-Nya. Inilah ajaran puncak dari Syekh Siti Jenar. Dunia adalah manifestasi wujud yang satu, dan hakikat keberadaan bukanlah dualitas. Sehingga, kemana pun kita hadapkan diri kita, maka sesungguhnya kita senantiasa menghadap Wajah-Nya. Semua adalah penampakan Wajah-Nya. Sekarang marilah kita cicipi dua bait puisi dari Syekh Siti Jenar.
Bersanggama dalam keberadaan
diliputi yang ilahi
hilanglah kehambaannya
lebur lenyap sirna lelap
digantikan keberadaan Ilahi
kehidupannya
adalah hidup Ilahi

Lahir batin keberadaan sukma
yang disembah Gusti
Gusti yang menyembah
sendiri menyembah-disembah
memuji-dipuji sendiri
timbal balik

dalam hidup ini
Jadi, pada puncak perenungan dan keheningan diri terjadilah penegasian eksistensi diri yang terkurung raga. Ditegaskan bahwa kehambaan telah lenyap, sudah hilang. Bila kehambaan masih tetap eksis maka di alam semesta ini masih berada dalam keadaan dualitas. Keadaan inilah yang menyebabkan orang terpisah dengan Tuhannya, meskipun secara konseptual diketahui bahwa Sang Pencipta lebih dekat daripada urat lehernya. Akan tetapi, selama keadaan dualitas belum sirna maka secara faktual Tuhan masih jauh daripada urat lehernya, karena Tuhan dianggap berada di luar dirinya.
Ada dualitas artinya kita mengakui ada dua keberadaan, yaitu ada yang inferior (keberadaan yang kualitasnya lebih rendah) dan ada yang superior (keberadaan yang kualitasnya lebih tinggi). Jika demikian, kedua jenis keberadaan itu tumbuh melalui proses. Semua yang tumbuh melaui suatu proses, bukanlah keberadaan yang kekal. Dan, bilamana tiada keberadaan yang kekal, maka tak mungkin ada fenomena atau penampakan di alam semesta.
Kita hidup di dunia ini karena kita kanggonan (didiami) urip (hidup) yang diberikan oleh Tuhan. Namun, badan jasmani ini hanyalah fenomena yang terikat oleh ruang, waktu, situasi psikologis. Hakikatnya badan jasmani ini tidak ada karena badan jasmani ini seperti gambar yang menumpang di layar perak atau layar kaca. Kalau layar digulung atau dimatikan ya lenyaplah fenomena tersebut. Jadi, memang benar bahwa dunia ini panggung sandiwara, dan kita adalah pemain-pemain sandiwara. Oleh karena itu, kita harus dapat memainkan peran kita masing dengan baik.
Lalu, apa sasaran utama pelenyapan dualitas? Sasaran pokoknya adalah menumbuhkan kesadaran akan ke-Satu-an, Oneness, dalam kehidupan ini, baik kehidupan kita sebagai individu maupun secara kolektif. Dengan lenyapnya perasaan dualitas dalam hidup ini, maka jarak antara kawula dan Gusti akan hilang. Akan lahir individu-individu yang menjadi dirinya sendiri, dan dalam kehidupan sosial akan tercipta interaksi antar warganya secara tim, sehingga semua akan memenuhi fungsinya masing-masing dalam kehidupan. Sekat antara pemimpin dan yang dipimpin akan hilang, dinding penyekat antara raja dan rakyatnya akan runtuh. Bila ini sudah terjadi, maka tak akan ada lagi eksploitasi terhadap sesama manusia.
Pelenyapan sekat antara kawula (hamba, rakyat, atau bawahan) dan Gusti (raja, pemimpin, atau atasan) akan melahirkan satu keberadaan yang disebut Manunggaling Kawula Gusti. Keberadaan MKG ini akan menggugurkan kehidupan yang berkasta dan merontokkan feodalisme. Relasi sesama manusia berupa simbiose mutualisme, yaitu hubungan yang saling menguntungkan. Sesama manusia hidup dalam suasana liberte, egalite dan fraternite, yaitu hidup dalam kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan antara sesama manusia di dunia ini. Dari sinilah Syekh membangun hubungan warga dengan wadah yang disebut masyarakat, yang tidak dijumpai di Timur Tengah pada waktu itu.
Memang masyarakat merupakan kosa kata yang dibentuk dari unsur-unsur kata Arab, yaitu dari syarika yang artinya menjadi sekutu; dan masyarakat adalah kumpulan orang-orang yang bersekutu. Jadi, setiap anggota masyarakat itu seperti sel-sel tubuh yang independen, namun selalu berinteraksi sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing. Setiap anggota masyarakat mengetahui tugasnya. Terciptalah jalinan kasih. Inilah surga yang sesungguhnya yang harus diwujudkan di dunia ini. Dengan demikian, konsep MKG sebenarnya untuk menciptakan kehidupan bersama dalam mencapai kejayaan!
Read more »

Manunggaling


Manunggaling kawula gusti

swuh rep data pitana
sekaring bhawana langgeng

dalam gumelaring jagad, atau tergelarnya alam semesta manusia selalu ingin tahu darimanakah dia berasal. Dalam khazanah pengetahuan jawa, keingin-tahuan ini diwujudkan dalam sebuah konsep yaitu sangkan paraning dumadi, alias asal usul jagad-raya. Manusia jawa melihat alam semesta ini tidak hanya yang berwujud saja melainkan juga yang tanpa wujud. Wujud di sini di artikan semua kenyataan hidup (kasunyatan) yang dapat dijangkau dengan indera, sementara tanpa wujud adalah suatu hal yang kelima panca indera manusia tidak mampu menjangkaunya. Pandangan universal jawa ini menyatakan bahwa manusia adalah titah dumadi yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harmonis dengan jagad rat pramudhita (jagad raya seisinya). Dengan demikian, maka orang jawa kurang mempedulikan ritual - ritual yang bersifat hubungan yang khusus dengan sang pencipta, karena ritual tersebut pada hakekatnya juga dipandang sudah tercakup di dalam interaksi sosial (antar manusia) dan juga interaksi dengan alam sekitarnya. Dus antara pekerjaan, interaksi, dan doa, tidak ada batasan atau prinsip yang hakiki. Hal ini berarti pemujaan kepada sang pencipta alam diwujudkan dalam kehidupan sehari - hari yang membumi dan riil.

Prinsip universal ini yang melahirkan istilah "sedulur tunggal dina kelahiran" (saudara satu hari kelahiran), apa artinya? Yaitu bahwa apapun makhluknya yang tumbuh / muncul bertepatan dengan saat seseorang dilahirkan maka makhluk tersebut dianggap sebagai saudara. Betapa luhurnya pandangan ini. Falsafah "sedulur tunggal dina kelahiran" menegaskan betapa kedudukan manusia juga sebagai makhluk-nya, walaupun disebutkan manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan mulia, namun falsafah ini mengajarkan pula agar sebagai khalifah, manusia janganlah bersikap sombong dan arogan. Singkatnya, anak genderuwo, bekasakan, thethekan, kambing, kucing, monyet, tapir, tunas pohon pisang dsb yang kebetulan lahir / tumbuh bersamaan dengan lahirnya seorang manusia, maka kesemua makhluk itu harus dianggap sebagai saudara. Bahkan di jaman dahulu orang jawa sering membuat minuman dawet ketika ada hewan ternaknya ataupun hewan piaraannya yang melahirkan karena merayakan gumelaring titah dumadi, atau penciptaan makhluk oleh sang pencipta.

Dengan menganggap adanya saudara tunggal hari kelahiran ini, maka seorang manusia jawa akan berhati - hati dalam bertindak. Ia tidak akan membabati hutan sedemikian buasnya karena siapa tahu, di dalam hutan itu ada makhluk - makhluk yang merupakan sedulur tunggal dina kelahirannya. Ia tidak akan menumpahkan polusi kedalam sungai, danau, dan laut, karena boleh jadi tindakan itu akan menyakiti saudara - saudaranya. Sayangnya keluhuran budi ini sering dianggap sebagai tahayul, gugon tuhon, bahkan tidak sedikit dianggap sesat dan bid'ah. Akibatnya adalah orang menjadi beringas, ia tidak ingkat kalau statusnya sebagai khalifah itu seharusnya membawanya menjadi orang yang bijak dan bajik. Nafsunya menguasai "rasa" sehingga tumpullah sudah persaudaran antara sesama makhluk. Manusia menjadi perusak hutan kelas wahid. Sumur, sungai, danau, laut dipenuhi racun mematikan yang membunuh flora dan fauna. Terjadilah kerusakan di mana - mana! Ketika air bah melanda, dan banjir menggenang, ratusan nyawa melayang, tapi apalah daya. Manusia mengerang merintih memohon ampunan. Dikatakannya semua itu adalah takdir, semua itu adalah ujian. Tapi tuhan bersabda bahwa telah jelas kerusakan di muka bumi ini adalah akibat ulah manusia. Jangan pernah menyalahkan-nya untuk nestapa yang dialami manusia.

Kesadaran bahwa manusia itu adalah bagian dari alam semesta membawa manusia jawa kepada konsep jagad cilik dan jagad gedhe. Jagad cilik adalah manusia itu sendiri dan jagad gedhe adalah tatanan kosmis alam semesta. Manusia perlu senantiasa menyadari bahwa kedua jagad itu harus selalu dalam keadaan harmonis. Kesadaran konstan akan pengertian bahwa jagad cilik dan jagad gedhe harus bersatu merupakan tujuan akhir seorang manusia. Artinya dalam setiap hembusan nafasnya ia selalu sadar bahwa dirinya adalah bagian dari alam semesta dan tentunya ia harus "hamemayu hayuning bhawana", atau memperindah dunia yang sudah indah ini. Untuk terus menerus sadar ini dibutuhkan sebuah tatanan atau aturan. Tatanan ini yang disebut dengan "sedulur papat lima pancer". Konsepsi yang terkesan rumit ini sebenarnya simpel, yaitu bahwa apapun di dunia ini selalu tersusun atas inti dan plasma. Mulai dari galaksi sampai atom sekalipun selalu tersusun atas inti dan plasma. Matahari sebagai pancer-nya dan planet planet yang mengitarinya sebagai plasma-nya. Atom tersusun atas inti atom dan kulit atom sebagai plasmanya.

Hubungan inti dan plasma ini berlangsung kekal abadi. Inti dan plasma bersinergi, yang satu tidak mungkin ada tanpa yang satunya lagi. Inti tidak bisa bekerja tanpa plasma dan demikian pula sebaliknya. Sedulur papat tiada guna tanpa adanya pancer dan pancer tiada berfungsi tanpa bantuan sedulur papat. Sedulur papat dimulai saat diri seorang manusia masih berada dalam boemi soetji alias masih di dalam guwa garba seorang ibu. Di dalam rahim ada 4 komponen utama yang mendukung kehidupan janin. Mereka adalah air ketuban, ari - ari (tembuni), pusar, dan darah. Air ketuban yang di dalam rahim berfungsi menjaga si jabang bayi, meredam benturan, ari - ari menyerap sari makanan dari tubuh ibu, pusar menjalan tugas sebagai saluran darah untuk membawa sari - sari makanan yang diserap ari - ari ke dalam tubuh si bayi. Maka dari itu orang jawa sangat menghormati fungsi keempatnya. Air ketuban yang keluar mendahului bayi disebut sebagai kakang kawah, plasenta yang keluar setelah bayi disebut sebagai adhi ari - ari, dan darah disebut sebagai ponang getih dan terakhir puser. Bayi sebagai pancernya dan sedulur papat sebagai plasmanya. Ketiadaan salah satu unsur membuat unsur yang lain tiada berguna.

Seorang bayi beserta ke empat saudaranya ketika lahir sebenarnya hanya berpindah tempat. Ia masih berada di dalam rahim, namun bukan lagi rahim ibu biologis melainkan rahim ibu pertiwi. Jadi analog dengan keadaan ketika masih berada di dalam rahim seorang ibu, maka ketika manusia berada di dalam kandungan alam semesta yang disebut sebagai boemi moeljo ini sedulur papat selalu menemani. Singkatnya, manusia tidak akan bisa bertahan hidup tanpa adanya bantuan sedulur papat di dunia ini. Ketika lahir, sedulur papat dan pancernya disebut sebagai "sedulur tunggal pertapan, nunggal sak wat, ning beda-beda panggonane" yang artinya "saudara satu tubuh, keluar lewat jalan yang sama, tetapi berbeda - beda tempatnya". Nah sekarang apakah yang berada satu tubuh dengan diri kita, dan fungsinya adalah menyokong kehidupan?.

Ingatkah kisah damarwulan dan minakjingga? Ketika damarwulan ingin mendapatkan ratu ayu kencanawungu, ia harus memenggal kepala minakjingga. Apa maknanya? Kencanawungu berparas ayu, ayu itu rahayu, rahayu itu wilujeng, selamat. Kepala merupakan sumber nafsu. Nafsu diperlukan dalam kehidupan seorang manusia untuk membuatnya menjadi manungsa sejati, sebenar-benar manusia. Namun apabila diperbudak oleh nafsu maka hanya akan menimbulkan kesesatan selama hidup di dunia. Maka itu agar beroleh keselamatan maka harus memenggal nafsu yang sumbernya ada di kepala anda. Ketika seseorang bersamadhi ia membuka matanya, namun nampak olehnya seorang gadis yang sangat memesona. Runtuhlah keteguhan samadhinya karena tergoda akibat melihat sang gadis. Ia mengulang samadhinya, kini dengan mata terpejam. Namun lamat - lamat ia mendengar si gadis melantunkan kidung dengan suara merdu bagai buluh perindu. Runtuh pula samadhinya. Kini ia kembali memulai samadhi. Ia memejamkan mata dan fokus pada samadhinya, namun ketika sang gadis semakin mendekat maka tercium bau wangi aroma tubuh si gadis yang semerbak bak bunga melati. Sang pertapa kembali gentar, betapa samadhinya kini rusak. Sang pertapa kembali memulai patrap samadhinya. Ia sudah memejamkan mata sehingga tidak bisa melihat paras ayu sang gadis. Ia sudah memantapkan tekadnya untuk tidak merespon suara, ia tiada menghiraukan bebauan yang masuk ke dalam lubang hidungnya. Sang gadis menjadi semakin dekat dengan sang pertapa, ketika ia lewat ternyata angin meniup selendang sang gadis sehingga menyentuh tubuh sang pertapa. Sang pertapa merasakan kain yang halus selembut sutera dan seketika itu pula rusaklah samadhinya.
Read more »

falsafah jawa


FALSAFAH ORANG JAWA.

Sebagian orang Jawa  berusaha menselaraskan beberapa konsep  pandangan leluhur,   dengan adab islami,  mengenai alam kodrati ( dunia ini ) dan alam adikodrati ( alam gaib atau supranatural )
      
Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena sebelum semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama kali ada. Tuhan tidak hanya menciptakan alam semesta beserta isinya tetapi juga bertindak sebagai pengatur, karena segala sesuatunya bergerak menurut rencana dan atas ijin serta kehendakNYA. Pusat yang dimaksud dalam pengertian ini adalah sumber yang dapat memberikan penghidupan, keseimbangan dan kestabilan, yang dapat juga memberi kehidupan dan penghubung individu dengan dunia atas. Pandangan orang Jawa yang demikian biasa disebut Manunggaling Kawula Lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir, yaitu manusia menyerahkan dirinya selaku kawula terhadap Gusti Allah.

Upaya manusia untuk memahami keberadaannya diantara semua makhluk yang tergelar di jagad raya, yang notabene adalah makhluk, telah membawa manusia dalam perjalanan pengembaraan yang tak pernah berhenti. Pertanyaan tentang dari mana dan mau kemana (sangkan paraning dumadi) perjalanan semua makhluk terus menggelinding dari jaman ke jaman sejak adanya " ada ". Pertanyaan yang amat sederhana tetapi substansiil tersebut, ternyata mendapatkan jawaban yang justru merupakan pertanyaan-pertanyaan baru dan sangat beragam, bergantung dari kualitas sang penanya.
Perkembangan kecerdasan dan kesadaran manusia telah membentuk budaya pencarian yang tiada henti. Apalagi setelah muncul kesadaran religius yang mempertanyakan " apa atau siapa yang membuat ada " semakin menggiring manusia ke dalam petualangan meraba-raba di kegelapan rimba raya pengetahuan.    Di dalam kegelapan itulah benturan demi benturan akibat perbedaan pemahaman terjadi. Benturan paling purba berawal dari kisah Adam dan Hawa yang melemparkan mereka dari surga. Benturan terkadang teramat dahsyat sehingga " perlu " genangan darah dan air mata, yang dipelopori oleh Habil dan Qabil. Kesemuanya bermuara pada kata sakti yang bernama " kebenaran " yang sungguh sangat abstrak dan absurd. Tetapi bukankah hidup dan kehidupan ini abstrak dan absurd ? sehingga tak terjabarkan oleh akal-pikir yang paling canggih sekalipun.
Ketika akal-pikir tak lagi mampu menjawab pertanyaan diatas, manusia mulai menggali jawaban dari " rasa " sampai akhirnya manusia merasa seolah-olah telah menemukan apa yang dicari. Tetapi ketika pengembaraan rasa tersebut  sampai pada titik simpang, dimana di satu sisi muncul kebutuhan untuk melembagakan hasil " temuan rasa " tersebut dan di sisi lain menolak  pelembagaan, kembali terjadi benturan-benturan yang sesungguhnya sangat tidak perlu terjadi. Sesuatu yang tidak akan pernah diketahui, baik dengan akal-pikir dan rasa, bahkan intuisi sekalipun. Sebab " dia " adalah Sang Maha Gaib. Rumusan apapun tentang  " dia " seperti apa yang telah dilakukan oleh manusia pasti akan menemui kegagalan. Karena " dia " tidak pernah merumuskan " dirinya " secara kongkrit, kecuali dalam bentuk simbol-simbol dan lambang-lambang yang metaforik.
Perjalanan panning manusia yang menempuh jarak jutaan tahun untuk mendapatkan jawaban pasti tentang " dia " menjadi amat bervariasi. Tetapi kepastian itu sendiri tidak pernah dijumpai. Sehingga sebagian manusia menjadi putus asa, karena perjalanan pencariannya tak ubahnya seperti tragedi Syshipus, sebuah perjalanan kehilangan.
Sementara untuk sebagian manusia lainnya, semangat pencariannya justru semakin menggebu. Mereka tidak pernah patah, karena mereka tidak terpukau oleh hasil akhir. Telah muncul kesadaran baru pada mereka, bahwa yang terpenting adalah proses pencarian itu sendiri. Bertemu atau tidak bukan lagi menjadi pangkal kerisauan, karena mereka menyadari, bahwa keputusan tidak berada di tangan manusia.
Nah mereka inilah para pejalan spiritual, sang pencari sejati yang selalu haus pada pengalaman empiris di belantara pengetahuan tentang hal-hal yang abstrak, absurd dan gaib. Dan mereka adalah kita.
Syarat utama bagi para pejalan spiritual adalah kebersediaannya dan kemampuannya menghilangkan atau menyimpan untuk sementara pemahaman dogmatis yang telah dimilikinya, dan mempersiapkan diri dengan keterbukaan hati dan pikiran  untuk merambah jagad ilmu pengetahuan ( kawruh )  non-ragawi. Ilmu yang gawat dan wingit, karena sifatnya sangat mempribadi dan tidak bisa diseragamkan dengan idiom-idiom yang ada, dimana idiom-idiom itu hanya bisa dipergunakan sebagai rambu penunjuk yang kebenarannya juga sangat relative.
Pengalaman spiritual adalah pengalaman yang sangat unik dan sangat individual sifatnya, sehingga kaidah-kaidah  yang paling dogmatispun tak akan mampu memberikan hasil yang sama bagi individu yang berbeda. Perjalanan spiritual adalah proses panning upaya manusia untuk pencapaian tataran-kahanan ( strata, maqom ) pembebasan, yaitu kemerdekaan untuk menjadi merdeka ( freedom to be free ) dari segala bentuk keterikatan dan kemelekatan serta kepemilikan yang membelenggu, baik yang bersifat jasmani maupun rohani, seprti dijalani oleh para penuntun spiritual dimasa lampau.
Jika persyaratan diatas sudah disepakati, barulah terasa ada perlunya perjalanan wisata spiritual yang baru saja kita lakukan. Jika terjadi pengalaman mistis bagi satu atau beberapa orang, harus disikapi sebagai pengalaman yang bersifat " sangat individual " yang tidak bisa diseragamkan. Karena sesungguhnya, penyeragaman disadari ataupun tidak akan merupakan pembentukan dogma baru, kotak baru, penjara baru.
Seribu bunga yang tumbuh di tanam akan lebih indah dan lebih semarak, dan bukankah Tuhan itu indah ?

KAUTAMANING LAKU

1. Wong eling ing ngelmu sarak dalil sinung kamurahaning Pangeran.

2. Wong amrih rahayuning sesaminira, sinung ayating Pangeran.

3. Angrawuhana ngelmu gaib, nanging aja tingal ngelmu sarak, iku paraboting urip kang utama.

4. Aja kurang pamariksanira lan den agung pangapunira.

5. Agawe kabecikan marang sesaminira tumitah, agawea sukaning manahe sesamaning jalma.

6. Aja duwe rumangsa bener sarta becik, rumangsa ala sarta luput, den agung, panalangsanira ing Pangeran Kang Maha Mulya, lamun sira ngrasa bener lawan becik, ginantungan bebenduning Pangeran.

7. Angenakena sarira, angayem-ayema nalarira, aja anggrangsang samubarang kang sinedya, den prayitna barang karya.

8. Elinga marang Kang Murbeng Jagad, aja pegat rina lan wengi.

9. Atapaa geniara, tegese den teguh yen krungu ujar ala.

10. Atapaa banyuara, tegese ngeli, basa ngeli iku nurut saujaring liyan, datan nyulayani.

11. Tapa ngluwat, tegese mendhem atine aja ngatonake kabecikane dhewe.

12. Aprang Sabilillah, tegese prang sabil iku, sajroning jajanira priyangga ana prang Bratayudha, prang ati ala lan ati becik


KEJAWEN

Mari kita mengutip satu tembang Jawa

Tak uwisi gunem iki                    saya akhiri pembicaraan ini
Niyatku mung aweh wikan                       saya hanya ingin memberi tahu
Kabatinan akeh lire                     kabatinan banyak macamnya
Lan gawat ka liwat-liwat               dan artinya sangat gawat
Mulo dipun prayitno                    maka itu berhati-hatilah
Ojo keliru pamilihmu                  Jangan kamu salah pilih
Lamun mardi kebatinan               kalau belajar kebatinan

Tembang ini menggambarkan nasihat seorang tua – (pinisepuh) kepada mereka yang ingin mempelajari kabatinan atau kejawen. Kiranya perlu dipahami bahwa tujuan hakiki dari kejawen adalah mendapatkan ilmu sejati untuk mencapai hidup sejati, dan berada dalam keadaan harmonis hubungan antara kawula dan Gusti ( jumbuhing kawula Gusti )/pendekatan kepada Yang Maha Kuasa secara total.
Keadaan spiritual ini bisa dicapai oleh setiap orang yang percaya kepada Tuhan, yang mempunyai moral yang baik dan jujur, beberapa laku harus dipraktekkan dengan kesadaran dan ketetapan hati yang mantap.Pencari dan penghayat ilmu sejati diwajibkan untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi semua orang melalui rasa hati dan tindakannya. Cipta, rasa, karsa dan karya harus baik, benar, suci dan ditujukan untuk mamayu hayuning bawono. Ati suci jumbuhing Kawulo Gusti – hati suci itu adalah hubungan yang serasi antara Kawulo dan Gusti, tidak perlu diragukan bahwasanya kejawen merupakan aset dari orang Jawa tradisional yang mengandung nilai-nilai universal. Pandangan kejawen bisa memberikan sumbangan kepada perdamaian dan kemakmuran dunia.

Lakukan dengan santai

Beberapa pembaca mendapatkan bahwa keterangan yang singkat padat mengenai kejawen, seperti yang sudah diutarakan diatas, yang terdiri dari : kawruh ilmu umum dan pengalaman-pengalaman beberapa piyayi sepuh sebagai hal yang sangat menarik. Beberapa orang menghargai tujuan dari ajaran spiritual ini, tetapi katanya sulit atau berat untuk dilaksanakan, seorang piyayi sepuh memberikan nasehat yang sederhana : lakukan dengan santai.
Kejawen itu kawruh ilmu yang fleksibel, pertama-tama kamu diminta untuk memahami, jangan paksakan diri, sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, kiranya tidak sulit bagimu untuk menjadi orang jujur. Sebagai tuntunan moral dan kehidupan, kamu diwajibkan untuk selalu bersyukur kepada Gusti, Tuhan yang maha kuasa yang telah memberimu kesempatan hidup didunia ini.

Sebagai orang yang bertanggung jawab, kamu mempunyai kewajiban :

1. Bekerja dengan patut untuk memenuhi kebutuhanmu sendiri dan keluarga
2. Peliharalah baik-baik kesehatan ragamu, sehingga kamu juga akan mempunyai pikiran dan jiwa yang sehat. Merawat raga dengan baik itu sangat penting untuk semua aktivitas lahir dan batin.
3. Mempunyai budi luhur.

Dengan melakukan kewajiban-kwajiban diatas, akan lebih mudah bagimu untuk menyumbang kepada masyarakat, orang lain, negara dan dunia.

Hubungan dengan Tuhan.

Biasa orang berkata, bahwa bahwa hubungan dengan Tuhan itu persoalan pribadi. Itu benar, karena hanya dirimu sendirilah yang tahu, bagaimana hubungan dengan Tuhan, apakah itu biasa-biasa saja, mendalam atau tulus.Mungkin saja kamu sendiri tidak tahu atau mungkin kamu berusaha untuk memahami Tuhan, atau sama sekali tidak perduli, yang penting kamu percaya kepada adanya Tuhan.
Apakah sudah cukup dengan mengatakan bahwa kamu percaya kepada Tuhan ? orang bijak akan menjawab “ Tidak, itu tidak cukup “. Dalam hatimu, kamu mangagungkan asmaNYA, dan hal yang paling baik kamu memuja Tuhan. Kamu boleh menyebut Tuhan dalam bahasamu sendiri atau seperti yang diajarkan oleh agama atau kepercayaanmu, supaya merasa lebih dekat kepada Tuhan. Orang itu mempunyai yang berbeda-beda, ada orang yang selalu mumuji Tuhan sejak masa-masa kanak-kanak, ada yang ingat Tuhan hanya pada waktu mengalami kesulitan, sakit atau menghadapi masalah pelik. Sebagai pegangan umum, kamu boleh berdoa kepada Tuhan setiap saat, dimanapun, dan dalam keadaan apapun. Tetapi untuk menjadi lebih dekat kepada Tuhan, kamu diwajibkan untuk mempunyai waktu khusus untuk menyembahNYA.
Siapkan dirimu, bersih jiwa raga, ditempat yang bersih dan tenang, bisa dikamar bisa diluar rumah, ataupun ditempat-tempat suci, katakanlah doamu dan kehendak baikmu kepada Gusti kang paring nugroho – Tuhan Yang Maha Pengasih yang memberimu kenyamanan, dengan semua kehendak dan perbuatanmu yang baik, Tuhan akan memberikan kepadamu kehidupan yang nyaman bagimu dan keluargamu. Para penghayat kejawen melakukan doa, biasanya pada malamhari sebelum tidur. Pada siang hari mereka bekerja menunaikan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Persiapkanlah dirimu, berada sendirian dikamar, badan dalam keadaan rilek, dengan hati yang tenteram, kamu boleh duduk bersila dilantai atau duduk santai dikursi, katakanlah doamu yang khusuk, katakanlah permohonanmu dengan jelas dan dengan sepenuh hati. Jangan malu-malu untuk memohon ampun atas segala kesalahanmu kepada Tuhan dan berjanjilah untuk tidak membuat kesalahan lagi.
Apabila kamu tidak letih, kamu bisa melakukan latihan spiritual dengan memusatkan seluruh perhatian kepada Tuhan, dengarkanlah suara nafasmu dengan penuh perhatian, tarik nafas, keluarkan nafas secara perlahan-lahan selama lebih kurang 10 menit. Lalu dengan perasaan yang tenteram pergilah tidur, besuk kamu bangun pagi-pagi dengan badan yang fit dan pikiran yang jernih, siap untuk bekerja.
Lakukanlah ini secara teratur, sampai kamu merasa bahwa itu sama sekali tidak merupakan beban bagimu. Itu kewajiban yang kamu kerjakan dengan senang hati, kamu bisa menambahkan waktu dari latihan pernafasan menjadi 15 atau 20 menit atau lebih, tetapi ingat, jangan memaksakan kemampuan ragamu. Apabila kamu masih mempunyai waktu dan tidak capai pergilah keluar rumah, berdirilah dibawah langit kira-kira selama 5 menit untuk menghirup udara bersih, tetapi bila keadaannya tidak memungkinkan, misalnya karena hujan, cuaca buruk dan lain-lain, bukalah jendela untuk beberapa saat atau berdiri di balkom rumah itu sangat bagus menentramkan pikiran dan hatimu.
Sebisa mungkin itu lakukan dengan teratur pada waktu kamu sehat, oleh karena itu menjaga kesehatan itu penting, komsumsilah makanan yang berkualitas baik dengan lebih sedikit daging, lakukan olah raga atau senam secara teratur, bekerjalah dengan baik, beristirahatlah yang cukup lalu sediakan waktu untuk beberapa menit untuk berdoa dan melakukan latihan spiritual, dengan begitu kamu akan mempunyai keseimbangan hidup, kamu mempunyai hidup normal dan pada waktu yang bersamaan kamu lebih dekat kepada Tuhan.

Orang baik dan sehat.

Dengan cara melakukan cara hidup seperti diatas, kamu menjdi sehat secara fisik dan mental, dalam keadaan lebih baik. Dalam pekerjaan kamu menjadi lebih produktif, dalam keluarga kamu menjadi lebih baik, kamu hidup dengan bahagia, kamu menjadi lebih bijak, orang yang suka menolong orang yang membutuhkan pertolongan. Biasanya secara normal latihan pernafasan itu baik untuk kesehatanmu, itu membuat jantungmu lebih kuat dan badanmu dalam kondisi yang lebih baik.
Latihan pernafasan atau yang lebih serius disebut meditasi atau dalam Jawa disebut Semedi, baik juga untuk pikiran dan perasaanmu, itu akan membuat kamu lebih sabar dan kamu akan mampu mengontrol dengan lebih mudah segela kehendak. Kamu berada dalam jalan yang benar, kalau kamu merasa seperti itu, artinya kamu adalah orang baik dan sehat, kamu adalah aset berharga untuk keluargamu dan masyarakat, artinya itu sempurna lanjutkanlah lakumu dengan penuh percaya diri.
Kamu hidup dijalan yang baik dan benar, diberkahi oleh Tuhan, kamu sehat mempunyai pikiran yang logis, dan jiwa yang bersih, kamu selalu berdoa dan melakukan meditasi. Kamu menghendaki untuk memperdalam ilmu spiritualmu supaya lebih dekat kepada Tuhan, untuk mengetahui rahasia hidup.
Sekarang, kamu siap untuk menumbuhkan rasamu, itu tidak sulit, lakukanlah terus meditasi denganposisi ( patrap ) yang sama yang enak buat kamu, kamu akan memperbaiki kualitas dari latihan pernafasan, kalau tidak “ tarik nafas “ dan “ keluarkan nafas “ sekarang menjadi :

1.      Tarik nafas, pelan, tenang
2.      Tahan nafas, umtuk beberapa saat
3.      Keluarkan nafas, pelan, tenang

Fokuskan pandangan ke pucuk hidungmu, dengarkanlah baik-baik suara nafasmu, ini supaya kamu tidak memikirkan hal lain. Cobalah untuk mengkonsentrasikan pikiran rasa kepada Tuhan Yang Maha Agung. Lakukan itu dengan santai untuk 10, 15 atau 30 menit kalau tidak capai dan ada waktu., kerjakan itu setingkat demi setingkat dan jangan pernah memaksakan diri.
Latihan ini menumbuhkan roso sedikit demi sedikit, bersamaan dengan tumbuhnya roso, cipta juga akan tumbuh, ketika cipta lebih kuat, keinginan baik akan terealisir. Sementara itu sedikit demi sedikit roso akan menjadi roso sejati, roso sejati ini adalah pemberian dzat yang suci, kamu mempunyai itu namun kamu harus menumbuhkannya. Secara spiritual, roso sejati bisa menerima sasmita ( pesan ) dan dawuh atau ( perintah ) yang selalu benar dari hidupmu yang sejati. Jadi latihan itu bisa merupakan latihan untuk cipta dan pada saat lain untuk roso, sekali lagi lakukan dengan sikap santai, jangan memaksa diri, lalu pergilah keluar rumah untuk mengirup udara segar seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, inilah cara yang efektif untuk membantu menumbuhkan roso.

Saudara-saudara halus

Harap dibaca kembali artikel Cipta Tunggal bab.16 untuk mengingat kembali siapakan mereka itu, mereka itu selalu bersama kamu, menjaga kamu dimanapun kamu berada. Mungkin kamu tidak menyadari bahwa mereka itu menolongmu dalam setiap saat kegiantanmu, mereka akan senang, bila kamu memperhatikan mereka, mengetahui akan keberadaan meraka. Adalah bijaksana untuk meminta mereka supaya berpatisipasi dalam setiap kegiatan yang kamu lakukan, seperti : minum, makan, belajar, bekerja, meyopir, mandi dam lain-lain.

Dalam batin kamu mengundang mereka, misalnya :

1. Semua saudara halusku, saya mau makan, bantulah saya ( ewang-ewangono ) artinya mereka itu akan membantumu, sehingga kamu selamat pada saat makan dam makanan itu juga baiak untukmu.
2. Semua saudara halusku, bantulah saya untuk menyopir mobil dengan selamat sampai kantor. Ini artinya kamu kan menyopir dengan selamat sampai ke kantor, tidak ada kecelakaan yang terjadi pada kamu, pada mobil dan yang lain-lain.
3. Semua saudara halusku, saya akan bekerja, bantulah saya supaya bisa meyelesaikan pekerjaan ini dengan baik dan lain-lain.

Tetapi kamu jangan meminta partisipasi mereka pada waktu kamu mau tidur, untuk hal itu kamu harus berkata : saya mau tidur lindungilah saya ( reksanen ) pada waktu saya tidur, kalau ada yang mengganggu atau membahayakan, bangunkanlah saya, sambil membaringkan badan ditempat tidur sebelum menutup mata, dengan meletakkan tangan kanan didada, menyentuh jantung, katakanlah : “ saya juga hidup “

Dengan mengenali mereka artinya kamu memperhatikan mereka dan sebaliknya mereka pun mengurusi kamu. Kalau kamu tidak memperhatikan mereka, mereka tidak akan berbuat apapun untuk menolongmu, mereka mengharap supaya secepatnya kamu kembali ke asalmu, supaya mereka itu secepatnya terbebas dari kewajibannya untuk mendampingimu. Ketika kamu kembali kealam kelanggengan, mereka juga akan pergi dan berharap diberi kesempatan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dilahirkan sebagai manusia dengan jiwa dan raga dalam hidup baru mereka di dunia.
Weton adalah peringatan hari lahir seseorang yang terjadi setiap 35 hari sekali. Untuk orang Jawa tradisional mengetahui wetonnya itu penting dan harus diingat kapan wetonnya itu, dengan mengetahui tanggal, bulan, tahun kelahiran seseorang bisa ditentukan hari wetonnya.

1.     Pada saat weton biasanya akan dibuat semacam sesaji sederhana yang berupa secawan bubur merah putih dan satu gelas air hangat. Pemberian ini adalah untuk saudara-saudara halus, dengan mengatakan: ini untuk semua saudara halusku, aku selalu ingat kamu, mengenali kamu, maka itu bantulah dan jagalah aku. Sesaji sederhana ini juga untuk mengingatkan dan bersyukur kepada ibu dan ayah, karena melalui merekalah kamu dilahirkan dan hidup di dunia ini. Selanjutnya untuk mengingat dan menghormati para leluhur dab yang paling penting untuk mengingat dan memuji Sang Pencipta Hidup, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Cara yang lengkapuntuk meyebut saudara-saudara halus tersebut adalah : Mar marti, kakang kawah, adi ari-ari, getih puser sedulur papat, kalimo pancer .

  Bantulah saya ...........(katakan apa keperluanmu)
  Jagalah saya pada waktu saya tidur

Sebaliknya kamu menyebut nama mereka dengan lengkap sehingga kamu menjadi biasa dengan mereka (jumbuh) misalnya untuk beberapa bulan. Sesudah itu kamu boleh memanggil mereka semua : saudara halusku.
Tetapi pada saat kamu berdoa atau meditasi, kamu menyebut dengan nama lengkap, juga pada saat kamu memberikan sesaji untuk mereka, katakanlah nama mereka satu demi satu. Kamu hendaknya tahu bahwa kakang kawah dan adi ari-ari adalah yang paling banyak membantu kamu. Kakang kawah selalu berusa dengan sebaik-baiknya supaya semua keinginan dan usahamu terealisir sedangkan adi ari-ari selalu berusaha menyenangkan kamu.
Oleh karena itu pada saat kamu akan melakukan hal yang penting atau sebelum berdoa, sesudah menyebutkan nama lengkap mereka satu persatu, ulangi lagi dengan menyebut kakang kawah dan adi ari-ari untuk membantumu.

2.    Selain memberikan sesaji kepada saudara-saudara halus kamu bisa menyucikan diri, antara lain dengan cara berpuasa selama 24 jam, hanya makan buah dan sayuran ; makan nasi putih dan minum air putih ; tidur sesudah tengah malam atau tidak tidur sama sekali dan lain-lain.
Ada juga yang melakukan selama tiga hari berturut-turut, yaitu satu hari sebelum weton, pada saat weton dan sehari sesudah weton yang disebut Ngapit.dengan selalu meminta partisipasi dari saudara-saudara halusmu, ini berarti kamu aktif secara lahir maupun batin
Yang melakukan sesuatu itu bukan hanya aku, tetapi Ingsun yaitu aku-lahir, luar (jobo) bersama dengan aku dari batin (jero). Maka itu orang Jawa yang mau melakukan hal penting berkata : Niat Ingsun.
Dengan melakukan laku spiritual seperti tersebur diatas, biasanya orang berharap supaya hidupnya selamat dan sejahtera, atau untuk penghayatan ilmu sejati merasa lebih dekat kepada hidup sejati atau kasunyatan.


Sejarah BUDAYA KEBATINAN

Pada tanggal 19 dan 20 Agustus 1955 di Semarang telah diadakan kongres dari berpuluh-puluh budaya kebatinan yang ada di berbagai daerah di jawa dengan tujuan untuk mempersatukan semua organisasi yang ada pada waktu itu. Kongres berikutnya yang diadakan pada tanggal 7 Agustus tahun berikutnya di surakarta sebagai lanjutannya, dihadiri oleh lebih dari 2.000 peserta yang mewakili 100 organisasi. Pertemuan-pertemuan itu berhasil mendirikan suatu organisasi bernama Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI) (Badan 1956), yang kemudian juga menyelenggarakan dua kongres serta seminar mengenai masalah kebatinan dalam tahun 1959, 1961 dan 1962 (Pakan 1978:98)  
  
Kebanyakan budaya kebatinan di Jawa awalnya merupakan budaya lokal saja dengan anggota yang terbatas jumlahnya, yakni tidak lebih dari 200 orang.   budaya  seperti  itu secara resmi merupakan “aliran kecil”, seperti Penunggalan, perukunan kawula manembah gusti, jiwa ayu dan pancasila handayaningratan dari Surakarta; ilmu kebatinan kasunyatan dari yogyakarta; ilmu sejati dari madiun; dan trimurti naluri majapahit dari mojokerto dll
Sebagian kecil dari budaya kebatinan  ini biasanya mempunyai anggota tak lebih dari 200 orang namun ada yang beranggotakan lebih dari 1000 orang yang tersebar di berbagai kota di jawa dan terorganisasi dalam cabang-cabang. dan lima yang besar adalah hardapusara dari purworejo, susila budi darma (SUBUD) yang asalnya berkembang di semarang, paguyuban ngesti tunggal (pangestu) dari surakarta, paguyuban sumarah dan sapta dari yogyakarta.
Hardapusara adalah yang tertua diantara kelima gerakan yang terbesar itu, yang dalam tahun 1895 didirikan oleh Kyai Kusumawicitra, seorang petani desa kemanukan dekat purworejo. Ia konon menapatkan ilmu dari menerima wangsit dan ajaran-ajarannya semula disebut kawruh kasunyatan gaib. Para pengikutnya mula-mula adalah seorang priyayi dari Purworejo dan beberapa kota lain di daerah bagelan.  organisasi ini dahulu pernah  berkembang dan mempunyai cabang-cabangnya di berbagai kota di Jawa Tengah, Jawa timur, dan juga Jakarta. Jumlah anggotanya konon sudah mencapai beberpa ribu orang. Ajaran-ajarannya termaktub dalam dua buah buku ynag oleh para pngikutnya sudah hampir dianggap keramat, yaitu Buku Kawula Gusti dan Wigati.

Susila budi (SUBUD) didirikan pada tahun 1925 di semarang, pusatnya sekarang berada di jakarta. budaya ini tidak mau disebut budaya kebatinan, melainkan menamakan dirinya “pusat latihan kejiwaan”. Anggota-anggotanya yang berjumlah beberapa ribu itu tersebar di berbagai kota diseluruh indonesia dan mempunyai sebanyak 87 cabang di luar negeri. Banyak dari para pengikutnya adalah orang asia, eropa, australia dan amerika. Doktrin ajaran organisasi itu dimuat dalam buku berjudul susila budhi dharma; kecuali itu gerakanan itu juga menerbitkan majalah berkala berjudul pewarta kejiwaan subud.

Pagguyuban ngesti tunggal, atau lebih terkenal dengan nama pangestu adalah sebuah budaya kebatinan lain yang luas jangkauannya. Gerakan ini didirikan oleh Soenarto, yang di antara tahun 1932 dan 1933 menerima wangsit yang oleh kedua orang pengikutnya dicatat dan kemudian diterbitkan menjadi buku sasangka djati.

Pangestu didirikan di surakarta pada bulan mei 1949, dan anggota-anggotanya yang kini sudah berjumlah 50.000 orang tersebar di banyak kota di Jawa, terutama berasal dari kalangan priyayi. Namun anggota yang berasal dari daerah pedesaan juga banyak yaitu yang tinggal di pemukiman transmigrasi di sumatera dan kalimantan. Majalah yang dikeluarkan organisasi itu dwijawara merupakan tali pengikat bagi para anggotanya yang tersebar itu.

Paguyuban sumarah juga merupakan organisasi besar yang dimulai sabagai suatu gerakan kecil, dengan pemimpinnya bernama R. Ng. Sukirno Hartono dari Yogyakarta. Ia mengaku menerima wahyu pada tahun 1935. Pada kahir tahun 1940an gerakan itu mulai mundur, namun berkembang kembali tahun 1950 di yogyakarta. Jumlah anggotanya kini sudah mencapai 115.000 orang baik yang berasal dari golongan priyayi maupun dari kelas-kelas masyarakat lain.

Sapta darma adalah yang termuda  dari kelima gerakan kebatinan yang terbesar di jawa yang didirikan tahun 1955 oleh guru agama bernama Hardjosaputro yang kemudian mengganti namanya menjadi Panuntun Sri Gutomo. Beliau berasal dari desa keplakan dekat pare. Berbeda dengan keempat organisasi yang lain, sapta darma beranggotakan orang-orang dari daerah pedesaan dan orang-orang pekerja kasar yang tinggal di kota-kota. Walaupun demikian para pemimpinnya hampir semua priyayi. Buku yang berisi ajarannya adalah kitab pewarah sapta darma.

Walaupun budaya kebatinan ada di seluruh daerah di jawa, namun surakarta sebagai pusat kebudayaan jawa agaknya masih merupakan tempat dimana terdapat paling banyak organisasi kebatinan yang terpenting. Dalam tahun 1970 ada 13 organisasi kebatinan di sana; lima diantaranya dengan anggota sebanyak antara 30-70 orabg, tetapi ada satu yang anggotanya sekitar 500 orang dalam tahun 1970. Sepuluh lainnya adalah organisasi-organisasi yang besar, yang berpusat dikota-kota lain seperti jakarta, yogyakarta, madiun, kediri dan sebagainya (jong 1973: 10-12)
S. de jong yang mempelajari budaya kebatinan jawa di jawa tengah, melaporkan bahwa dalam propinsi jawa tengah saja tercatat sebanyak 286 organisasi kebetinan dalam tahun 1870, dengan kemungkinan bahwa masih ada organisasi-organisasi kecil lainnya yang tidak terdaftar di sana.
Pengikut-pengikut terkemuka dari budaya kebatinan, yang diantaranya ada yang berlatar belakang pendidikan psikologi, biasanya menjelaskan bahwa timbulnya berbagai budaya itu disebabkan karena sebagian besar orang jawa butuh mencari hakekat alam semesta, intisari kehidupan dan hakekat Tuhan. Ahli sosiolagi Selosoemardjan berpendirian bahwa orang jawa pada umumnya cenderung untuk mencari keselarasan dengan lingkungan dan hati nuraninya, yang sering dilakukannya dengan sara-sara metafisik.

Mistik Kebatinan

Menurut pandangan ilmu mistik kebatinan orang jawa, kehidupan manusia merupakan bagian dari alam semesta secara keseluruhan, dan hanya merupakan bagian yang sangat kecil dari kehidupan alam semesta yang abadi, dimana manusia itu seakan-akan hanya berhenti sebentar untuk minum.
Sikap. Gaya hidup, dan banyak aktivitas sebagai latihan upacara yang harus diterima dan dilakukan oleh seorang, yang ingin menganut mistik dibawah pimpinan guru dan panuntun agama itu, pada dasarnya sama pada berbagai gerakan kebatinan jawa yang ada. Hal yang mutlak perlu adalah kemampuan untuk melepaskan diri dari dunia kebendaan, yaitu memiliki sifat rila (rela) untuk melepaskan segala hak milik, pikiran atau perasaan untuk memiliki, serta keinginan untuk memiliki.. melalui sikap rohaniah ini orang dapat membebaskan diri dari berbagai kekuatan serta pengaruh dunia kebendaan di sekitarnya. Sikap menyerah serta mutlak ini tidak boleh dianggap sebagai tanda sifat lemahnya seseorang; sebaliknya ia menandakan bahwa orang seperti itu memiliki kekuatan batin dan keteguhan iman. Kemampuan untuk membebaskan diri dari dunia kebendaan dan kehidupan duniawi juga melibatkan sikap narima yaitu sikap menerima  nasib, dan sikap bersabar, yang berarti sikap menerima nasip dengan rela. Kemampuan untuk memiliki sikap-sikap semacam itu dapat diperoleh dengan hidup sederhana dalam arti yang sesungguhnya, hidup bersih, tetapi juga dengan jalan melakukan berbagai kegiatan upacara kegiatan upacara yang meningkatkan kemampuan berkonsentrasi dengan jalan mengendalikan diri, dan melakukan berbagai latihan samadi. Melalui latihan bersemedi di harapkan agar orang dapat membebaskan dirinya dari keadaan sekitarnya, yaitu menghentikan segala fungsi tubuh dan keinginan serta nafsu jasmaninya. Hal ini dapat memberikan keheningan pikiran dan membuatnya mengerti dan menghayati hakekat hidup serta keselarasan antara kehidupan rohaniah dan jasmaniah. Apabila orang sudah bebas dari beban kehidupan duniawi (pamudharan), maka orang itu setelah melalui beberapa tahap berikutnya, pada suatu saat akan dapat bersatu dengan Tuhan (jumbuhing kawula Gusti, atau manunggaling kawula-Gusti)/Pendekatan kepada Illahi.
Namun dengan tercapainya pamudharan, yang memungkinkan orang untuk melepaskan diri dari kehidupan dunia kebendaan, orang itu juga tidak terbebas dari kewajiban-kewajibannya dalam kehidupan yang konkret; bahkan, orang yang sudah mencapai pamudharan, wajib amemayu ayuning bawana, atau berupaya memperindah dunia, yaitu berusaha memelihara dan memperindah dengan jalan melakukan hal-hal yang baik, dan hidup dengan penuh tanggung jawab.

Gerakan Untuk Purifikasi Jiwa

Semua organisasi kebatinan yang besar, kecuali SUBUD, memang bersifat mistik; banyak gerakan kebatinan, terutama yang jumlah anggotanya sedikit, hanya berusaha untuk mencapai purifikasi jiwa, tanpa mempunyai tujuan untuk bersatu dengan Tuhan. Hal yang mereka inginkan hanyalah memperoleh suatu kehidupan kerohanian yang mantap, tanpa rasa takut dan rasa ketidak-pastian. Inilah yang oleh orang jawa disebut orang yang sudah “bebas” (kamanungsan, kasunyatan). Cara untuk kamanungsan pada umumnya sama dengan cara untuk mencapai pamudharan tersebut diatas. Kecuali beberapa variasi kecil, maka cara untuk mencapai purifikasi jiwa pada dasarnya adalah dengan menjalankan kehidupan yang penuh tanggung jawab, baik secara moral, sederhana, mampu membebaskan diri dari keduniawian, mempunyai sikap yang baik terhadap kehidupan, nasib dan kematian dan melakukan samadi secara ketat. Oleh karena gerakan-gerakan kebatinan ini berusaha mencari kebebasan rohaniah individu, maka orang mudah mengerti bahwa sifatnya agak individualis; gerakan-gerakan seperti itu paling tidak menarik bagi orang-orang yang membutuhkan kehidupan keagamaan, tanpa harus menaati peraturan-peraturan keagamaan yang resmi secara ketat, namun menyesuaikan dengan adat istiadat (Said 1972-a: 153-154)

Kebatinan Yang Berdasarkan Ilmu Gaib

Diseluruh daerah tempat tinggal orang jawa banyak terdapat gerakan-gerakan kebatinan yang hanya beranggotakan beberapa puluh orang saja. Kebanyakan dari gerakan seperti itu berpusat di kota-kota dan pada umumnya bersifat rahasia, yaitu dengan tujuan-tujuan yang bersifat mistik, moralis, atau etis dan dipimpin oleh seorang guru. Untuk mencapai tujuannya, para anggota gerakan seperti itu banyak melakukan praktek-praktek ilmu gaib, disamping studi dan bersamadi.
Banyak dari budaya semacam itu pada awalnya adalah suatu organisasi yang mengajar seni bela diri pencak. Kecuali memberi latihan fisik, gurunya juga melatih murid-muridnya untuk melakukan meditasi. Untuk menciptakan suasana keramat, ada juga yang  ditabah berbagai ritus ilmu gaib secara rahasia yang dimaksudkan agar para muridnya, memperoleh kekebalan dan kesaktian tertentu.

































PAPAT LIMA PANCER


Ing Kekayon wayang purwa kang kaprahe kasebut Gunungan, ana kono gambar Macan, Bantheng, Kethek lan Manuk Merak. Kocape kuwi mujudake Sedulur Papat mungguhing manungsa. Kewan cacah papat mau nggambarake nafsu patang warna yaiku : Macan nggambarake nafsu Amarah, Bantheng nggambarake nafsu Supiyah, Kethek nggambarake nafsu Aluamah, lan Manuk Merak nggambarake nafsu Mutmainah

SEDULUR PAPAT LIMA PANCER Njupuk sumber saka Kitab Kidungan Purwajati seratane  , diwiwiti saka tembang Dhandanggula kang cakepane mangkene:

Ana kidung ing kadang Marmati Amung tuwuh ing kuwasanira Nganakaken saciptane Kakang Kawah puniku Kang rumeksa ing awak mami Anekakake sedya Ing kuwasanipun Adhi Ari-Ari ingkang Memayungi laku kuwasanireki Angenakken pangarah Ponang Getih ing rahina wengi Ngrerewangi ulah kang kuwasa Andadekaken karsane Puser kuwasanipun Nguyu-uyu sabawa mami Nuruti ing panedha Kuwasanireku Jangkep kadang ingsun papat Kalimane wus dadi pancer sawiji Tunggal sawujud ingwang Ing tembang dhuwur iku disebutake yen " Sedulur Papat " iku Marmati, Kawah, Ari-Ari, lan Getih kang kaprahe diarani Rahsa. Kabeh kuwi mancer neng Puser (Udel) yaiku mancer ing Bayi. 
Cethane mancer marang uwonge kuwi. Geneya kok disebut Marmati, kakang Kawah, Adhi Ari-Ari lan Rahsa kuwi?. Marmati iku tegese Samar Mati ! lire yen wong wadon pas nggarbini ( hamil ) iku sadina-dina pikirane uwas Samar Mati. Rasa uwas kawatir pralaya anane dhisik dhewe sadurunge metune Kawah, Ari-Ari lan Rahsa kuwi mau, mulane Rasa Samar Mati iku banjur dianggep minangka Sadulur Tuwa. Wong nggarbini yen pas babaran kae, kang dhisik dhewe iku metune Banyu Kawah sak durunge laire bayi, mula Kawah banjur dianggep Sadulur Tuwa kang lumrahe diarani Kakang Kawah. Yen Kawah wis mancal medhal, banjur disusul laire bayi, sakwise kuwi banjur disusul wetune Ari-Ari. Sarehne Ari-Ari iku metune sakwise bayi lair, mulane Ari-Ari iku diarani Sedulur Enom lan kasebut Adhi Ari-Ari Lamun ana wong abaran tartamtu ngetokake Rah ( Getih ) sapirang-pirang. Wetune Rah (Rahsa) iki uga ing wektu akhir, mula Rahsa iku uga dianggep Sedulur Enom. Puser (Tali Plasenta) iku umume PUPAK yen bayi wis umur pitung dina. Puser kang copot saka udel kuwi uga dianggep Sedulure bayi. Iki dianggep Pancer pusate Sedulur Papat. Mula banjur tuwuh unen-unen " SEDULUR PAPAT LIMA PANCER " Ing Kekayon wayang purwa kang kaprahe kasebut Gunungan, ana kono gambar Macan, Bantheng, Kethek lan Manuk Merak. Kocape kuwi mujudake Sedulur Papat mungguhing manungsa.
 Kewan cacah papat mau nggambarake nafsu patang warna yaiku : Macan nggambarake nafsu Amarah, Bantheng nggambarake nafsu Supiyah, Kethek nggambarake nafsu Aluamah, lan Manuk Merak nggambarake nafsu Mutmainah kang kabeh mau bisa dibabarake kaya ukara ing ngisor iki: Amarah : Yen manungsa ngetutake amarah iku tartamtu tansaya bengkerengan lan padudon wae, bisa-bisa manungsa koncatan kasabaran,kamangka sabar iku mujudake alat kanggo nyaketake dhiri marang Allah SWT. Supiyah / Kaendahan : Manungsa kuwi umume seneng marang kang sarwa endah yaiku wanita (asmara). Mula manungsa kang kabulet nafsu asmara digambarake bisa ngobong jagad. Aluamah / Srakah : Manungsa kuwi umume padha nduweni rasa srakah lan aluamah, mula kuwi yen ora dikendaleni, manungsa kepengine bisa urip nganti pitung turunan. Mutmainah / Kautaman : Senajan kuwi kautaman utawa kabecikan, nanging yen ngluwihi wates ya tetep ora becik. 
Contone; menehi duwit marang wong kang kekurangan kuwi becik, nanging yen kabeh duwene duwit diwenehake satemah uripe dewe rusak, iku cetha yen ora apik. Mula kuwi, sedulur papat iku kudu direksa lan diatur supaya aja nganti ngelantur. Manungsa diuji aja nganti kalah karo sedulur papat kasebut, kapara kudu menang, lire kudu bisa ngatasi krodhane sedulur papat. Yen manungsa dikalahake dening sedulur papat iki, ateges jagade bubrah. Ing kene dununge pancer kudu bisa dadi paugeran lan dadi pathokan. Bener orane, nyumanggakake




















Tirakat  



Manusia jawa(tiyang Jawi) pada umumnya rela /mau dengan sengaja, menempuh kesukaran dan ketidaknyamanan untuk maksud-maksud ritual dalam budaya ritual keagamaan, yang berakar dari pikiran bahwa usaha-usaha seperti itu dapat membuat orang teguh imannya dan mampu mengatasi kesukaran-kesukaran, kesedihan dan kekecewaan dalam hidupnya. Mereka juga bahwa orang bisa menjadi lebih tekun, dan terutama bahwa orang yang telah melakukan usaha semacam itu kelak akan mendapatkan pahala.Tirakat kadang-kadang dijalankan dengan berpantang makan selain nasi putih saja (Mutih) pada hari senin dan kamis, dengan jalan berpuasa pada bulan puasa (Siyam) ada terkadang juga berpuasa selama beberapa hari (Nglowong) menjelang hari-hari besar Islam, seperti pada Bakda Besar (Bulan pertama menurut perhitungan orang Jawa), yaitu bulan Sura. Orang Jawa juga mempunyai adat untuk hanya makan sedikit sekali (tidak lebih daripada yang dapat dikepal dengan satu tangan) ngepel, untuk jatah makannya selama satu atau dua hari, atau adat untuk berpuasa dan menyendiri dalam suatu ruangan (ngebleng), bahkan ada juga yang melakukannya di dalam suatu ruangan yang gelap pekat, yang tidak dapat ditembus oleh sinar cahaya (patigeni)  

Tirakat dapat juga dijalankan pada saat-saat khusus, misalnya pada waktu orang menghadapi suatu tugas berat, waktu mengalami krisis dalam keluarga, jabatan, atau dalam hubungan dengan orang lain, tetapi dapat juga pada waktu suatu masyarakat atau negara berada dalam suatu masa bahaya, pada waktu terkena bencana alam, epidemi dan sebagianya. Dalam keadaan seperti itu melakukan tirakat dapat dianggap sebagai tanda rasa prihatin yang dianggap perlu oleh orang Jawa bila seseorang berada dalam keadaan bahaya.

Bertapa ( Tapabrata )

Tapabrata dianggap oleh para penganut Agami Jawi sebagai suatu hal yang sangat penting, Dalam kesusateraan kuno orang kuno, konsep tapa dan tapabrata diambil langsung dari konsep Hindu tapas, yang berasal dari buku-buku Veda. Selama berabad-abad para pertapa dianggap sebagai orang keramat, dan anggapan bahwa dengan menjalankan kehidupan yang ketat dengan disiplin tinggi, serta mampu menahan hawa nafsu, orang dapat mencapi tujuan-tujuan yang sangat penting. Dalam cerita-cerita  wayang kita sering dapat menjumpai adanya tokoh pahlawan yang menjalankan tapa.
Orang jawa mengenal berbagai cara bertapa, dan cara-cara itu telah disebutkan oleh J. Knebel (1897 : 119-120 ) dalam karangannya mengenai kisah Darmakusuma, murid dari seorang wali di abad ke 16, berbagai cara menjalankan tapa adalah :

1.Tapa ngalong, dengan bergantung terbalik, dengan kedua kaki diikat pada dahan sebuah pohon.
2.Tapa nguwat, yaitu bersamadi disamping makam ( nenek-moyang anggota keluarga, atau orang keramat, untuk suatu jangka waktu tertentu.
3.Tapa bisu, dengan menahan diri untuk tidak berbicara, cara bertapa semacam ini biasanya didahului oleh suatu janji.
4.Tapa bolot, yaitu tidak dan tidak membersihkan diri selama jangka waktu tertentu.
5.Tapa ngidang, dengan jalan menyingkir sendiri ke dalam hutan.
6.Tapa ngramban, dengan menyendiri di dalam hutan dan hanya makan tumbuh-tumbuhan
7.Tapa ngambang, dengan jalan meremdam diri di tengah sungai selama beberapa waktu yang sudah ditentukan.
8.Tapa ngeli, adalah cara bersamadi dengan membiarkan diri dihanyutkan arus air di atas sebuah rakit.
9.Tapa tilem, dengan cara tidur untuk suatu jangka waktu tertentu tanpa makan apa-apa.
10.Tapa mutih, yaitu hanya makan nasi saja, tanpa lauk pauk.
11.Tapa mangan, dilakukan dengan jalan tidak tidur, tetapi boleh makan.  
Ketiga jenis tapa yang tersebut terakhir, sebenarnya juga dilakukan oleh orang-orang yang hanya menjalankan tirakat aja, oleh karena itu batas antara tirakat dan tapabrata itu tidak begitu jelas. Walaupun demikian bahwa kita harus memperhatikan bahwa ke 11 jenis tapabrata itu jarang dilakukan secara terpisah, semua biasanya dijalankan dengan tata urut tersendiri, atau dilakukan dengan cara menggabung-gabungkan.
Oleh karena itu tapa semacam itu mirip dengan tapas pada orang hindu dahulu, sehingga dengan demikian ada suatu perbedaan fungsional antara tirakat dan tapabrata. Namun sering terjadi bahwa orang melakukan tapabrata bersamaan dengan samadi, dengan maksud untuk memperoleh wahyu. Tentu saja tujuan dari tapa semacam ini adalah untuk mendapatkan kenikmatan duniawian, akhirnya perlu disebutkan bahwa pada orang Jawa tapa merupakan salah satu cara penting dan utama untuk bersatu dengan Tuhan.


Meditasi atau Semedi.

Bahwa meditasi dan tapa adalah sama, serta perbedaan antara keduanya hanya terletak pada intensitas menjalankannya saja. Teknik-teknik serta latihan-latihan untuk melakukan meditasi ada bermacam-macam, yaitu dari yang sangat sederhana, seperti memusatkan perhatian pada titik-titik hujan yang jatuh ditanah, hingan yang sukar dan berat dijalankan, seperti menatap cahaya yang terang benderang dari dalam sebuah gua yang gelap ditepi pantai, dengan gemuruh ombak sebagai latar belakangnya, sambil berdiri dengan posisi yang sukar selama 12 jam berturut-turut.
Meditasi atau semedi memang biasanya dilakukan bersama-sama dengan tapabrata, orang yang melakukan tapa ngeli misalnya, tidak hanya duduk diatas rakitnya saja sambil mbengong, tidak berbuat apa-apa, ia biasanya juga bermeditasi. Sebaliknya meditasi seringkali juga dijalankan bersama dengan suatu tindakan keagamaan lain, misalnya dengan berpuasa atau tirakat.
Maksud yang ingin dicapai dengan bermeditasi itu ada bermacam-macam, misalnya untuk memperoleh kekuatan iman dalam menghadapi krisis sosial ekonomi atau sosial politik, untuk memperoleh kemahiran berkreasi atau memperoleh kemahiran dalam kesenian, untuk mendapatkan wahyu, yang memungkinkannya melakukan suatu pekerjaan yang penuh tanggung jawab atau untuk menghadapi suatu tugas berat yang dihadapinya. Namun banyak orang melakukan meditasi untuk memperoleh kesaktian ( kasekten ) disamping untuk menyatukan diri dengan sang Pencipta

Nulada laku utomo,
Tumrape wong tanah jawi
Wong Agung hing ngeksi ganda Panembahan Senopati
Kapati hamarsudi,sudane howo lan nepsu
Pinesu topobroto,tanapihing siang ratri
Amemangun karianak tyasing sasomo

Samangsane pasamuan,
Memangun martomartani,
Sinambi hing saben masa,kalakalaning asepi
Lelana teki teki,ngayuh geyoganing kayun,
Kayungnyun heninging tyas ,sanetyasa pinrihatin
Punguh pangah cegah dahar lawan nindra

Saben nindri saking wisma
Lelono laladan sepi
Ngisep sepuhing supana,mrih prana pranaweng kapti
Titising tyas marsudi , mardawaning budi tulus
Mesu reh masudarman ,neng tepining jolo nidhi
Sruning brata kataman wahyu jatmiko

Dlepih (petilasaan tarekat sang Panembahan)





































Pandangan hidup

Pandangan Hidup Jawa

Istilah “ Pandangan Hidup Jawa “ di sini mempergunakan pengertian yang longgar, jadi istilah ini dapat saja diganti dengan istilah-istilah lain yang mempunyai arti yang kurang lebih sama, seperti “ Filsafat Jawa “ ( Abdulah Ciptoprawiro ) “ Filsafah Kejawen “ atau istilah lain lagi. Tetapi pandangan hidup Jawa, ini tidaklah identik dengan “ Aliran Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa “ atau “ Islam Abangan “ atau “ Mistik Jawa “ dan lebih-lebih dengan “ ilmu-ilmu klenik “. Sementara itu beberapa istilah lain seperti “ Agama Jawa “atau “ Agama Jawi “ ( Koentjaraningrat ) “ the religion of jawa “  ( Clifford Geertz ) dan lain-lain, itu tidak identik dengan “ Pandangan Hidup Jawa “ sekalipun terlihat adanya beberapa segi persamaan.
Pandangan hidup Jawa bukanlah suatu agama, tetapi suatu pandangan hidup dalam arti yang luas, yang meliputi pandangan terhadap Tuhan dan alam semesta ciptaanNYA beserta posisi dan peranan manusia di dalamnya. Ini meliputi pula pandangan terhadap segala aspek kehidupan manusia, termasuk pula pandangan terhadap kebudayaan manusia beserta agama-agama yang ada.
Dengan meminjam istilah Bung Karno dalam pidato lahirnya Pancasila, pandangan hidup di sini adalah sama dengan Weltanschauung, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1989 : 1010 ) diberi arti sebagai “Sikap terhadap kebudayaan, dunia dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya, serta semangat dan pandangan hidup terdapat pada zaman tertentu”. Jadi selain jelas bahwa pandangan hidup Jawa itu bukan suatu agama, jelas pula bahwa ia pun tidak identik dengan “regiositas Jawa”, karena cakupan pengertiannya lebih luas dari pada itu.
Berbeda dengan pendapat sementara pakar yang menyimpulkan bahwa ciri karakteristik regiositas Jawa dan pandangan hidup Jawa bukanlah sinkretisme tetapi suatu semangat yang saya beri nama tantularisme. Saya namakan demikian karena semangat ini bertumpu pada atau memancar dari ajaran Empu Tantular lewat kalimat kakawin Sutasoma :
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa, bermacam-macam sebutannya, tetapi Tuhan itu satu-tidak ada kebenaran yang mendua. Kalimat Empu Tantular ini jelas tidak hanya menekankan prinsip dan keyakinan tentang Keesaan Tuhan tetapi juga keesaan kebenaran! Disitulah letak semangat tantularisme yang merupakan inti pandangan hidup Jawa. Semangat semacam ini menjiwai dan menyemangati tidak hanya religiositas Jawa saja tetapi juga semua unsur dan aspek kebudayaan Jawa. Sifat karakteristik budaya Jawa yang religius, non doktriner, toleran, akomodatif dan optimistik itu terbentuk secara kokoh diatas fondasi tantularisme ini.
Budaya Jawa dan pandangan hidup Jawa memang telah dan akan selalu mengalami perubahan dan pergeseran sesuai dengan perkembangan jaman. Tetapi sejarah telah membuktikan bahwa perubahan-perubahan itu selama tidak sampai mencabut pandangan hidup Jawa dari akar dan sumber kekuatannya, yaitu tantularisme, yang adalah juga merupakan kristalisai dari proses sejarah yang amat panjang. Disinilah letak kekuatan budaya Jawa yang harus tetap dipertahankan dengan sadar. Semangat tantularisme yang merupakan sumber kekuatan Jawa itu sebenarnya bukan hanya cocok untuk orang Jawa. Ia bersifat universal. Oleh karena itu tantularisme juga merupakan sumbangan yang sebenarnya amat diperlukan oleh umat manusia sekarang ini
Permusuhan dan perang antar etnik; persaingan, kebencian dan kecemburuan antar pemeluk agama yang telah mengorbankan beribu-ribu nyawa manusia yang senantiasa terjadi sampai sekarang ini, semuanya akan dapat diredam oleh semangat tantularisme yang damai, sejuk dan bernafaskan asih ing sasami. Tantularisme memancarkan cinta kasih kepada sesama, yang juga diajarkan oleh semua agama yang dipeluk oleh orang-orang yang membenci itu! Islam, Kristen, Hindu, Budha, Sikh, dan lain-lain, semuanya mengajarkan cinta kasih kepada sesama; sementara itu banyak pemeluknya saling membenci dan bermusuhan! Atas nama agama ?????????

SINKRETISME JAWA 

Seperti telah  dinggung di muka, kebanyakan pakar dan pengamat budaya Jawa berpendapat bahwa ciri karakteristik pandangan Jawa adalah sinkretisme. Namun cukup banyak pula pengamat yang tajam penglihatannya, meragukan kesimpulan semacam itu.
Pengamatan yang tajam akan dapat melihat bahwa kecenderungan yang paling menonjol dalam budaya Jawa bukanlah kecenderungan sinkretik yang berupa kecenderungan atau semangat untuk membangun suatu sistem kepercayaan ( termasuk agama ) baru dengan menggabungkan unsur-unsur yang berasal dari sistem-sistem kepercayaan yang telah ada.
Para pengamat yang menyangkal sinkretisme sebagai ciri karektistik pandangan Jawa itu, mencoba mencari istilah-istilah lain yang dianggap lebih tepat, seperti istilah mosaik ( Abdulah Ciptoprawiro ), coalition ( Gonda ) atau sekedar “ Percampuran “ atau Vermenging ( Kern ) istilah-istilah lain lagi yang juga dipakai oleh sementara pakar sebagai pengganti istilah “ sinkretisme “ adalah amalgamtion, blending, fusi atau fusion ( peleburan ) dan lain-lain.
Memang dalam pengamatan sinkretisme bukanlah ciri karaktistik pandangan Jawa, gejala sinkretisme dapat kita temui dimana-mana. Juga dalam berbagai agama yang kita kenal sekarang ini, bahkan dalam A Distionary Of Comparative Religion dinyatakan bahwa hanya sedikit saja agama yang benar-benar bebas dari sinkretisme. Di kalangan masyarakata Jawa, kecenderungan sinkretisme memang ada kecenderungan itu cukup besar, tetapi adalah tidak benar kalau disimpulkan bahwa sinkretisme adalah merupakan ciri karaktistik pandangan hidup Jawa, yang betul-betul merupakan ciri karaktistik menurut penghayatan saya adalah semangat tantularisme itu.
Istilah “ tantulisme “ ini masih baru dan tentunya masih asing bagi para pakar budaya Jawa. Sekalipun istilahnya baru, tetapi sebenarnya tuntalisme adalah semangat yang sudah sejak jaman dahulu tumbuh subur dikalangan masyarakat Jawa. Berbagai istilah alternatif terhadap sinkretisme tersebut bisa dipersepsikan semangat yang terdapat di dalam dan merupakan ciri karetistik pandangan Jawa.Istilah-istilah tersebut terkesan hanya menunjuk pada bentuk dan proses yang terjadi, bukan pada semangat. Istililah-istilah tersebut juga tidak mampu menunjuk secara tegas perbedaan yang mendasar dengan sinkretisme.
Prof. J.H.C Kern telah menuangkan pendapatnya melalui karangannya “ Over de Vermenging Van Civaisme en Buddhisme op Java, Naar aanleiding van het Oudjavaasch gedicht Sutasoma “ hanya terpukau pada proses percampuran atau vermenging antar dua agama yang menjadi obyek penelitiannya, yaitu Civaisme ( Hindu ) dan Buddhisme.





















Religi Jawa

Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena sebelum semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama kali ada. Tuhan tidak hanya menciptakan alam semesta beserta isinya tetapi juga bertindak sebagai pengatur, karena segala sesuatunya bergerak menurut rencana dan atas ijin serta kehendakNYA. Pusat yang dimaksud dalam pengertian ini adalah sumber yang dapat memberikan penghidupan, keseimbangan dan kestabilan, yang dapat juga memberi kehidupan dan penghubung individu dengan dunia atas. Pandangan orang Jawa yang demikian biasa disebut Manunggaling Kawula Lan Gustiyaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir, yaitu manusia menyerahkan dirinya selaku kawula terhadap Gustinya. Puncak gunung dalam kebudayaan Jawa dianggap suatu tempat yang tinggi dan paling dekat dengan dunia diatas, karena  pada awalnya dipercayai bahwa roh nenek moyang tinggal di gunung-gunung.
Sebagian besar orang Jawa termasuk dalam golongan yang telah berusaha mencampurkan beberapa konsep  dan cara berpikir islam, dengan pandangan asli mengenai alam kodrati ( dunia ini ) dan alam adikodrati ( alam gaib atau supranatural )
Niels Mulder mengatakan bahwa pandangan hidup merupakan suatu abstraksi dari pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah sebuah pengaturan mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap terhadap hidup.
Ciri pandangan hidup orang Jawa adalah realitas yang mengarah kepada pembentukan kesatuan Numinus antara alam nyata, masyarakat dan alam adikodrati yang dianggap keramat. Alam adalah ungkapan kekuasaan yang menentukan kehidupan. Orang Jawa percaya bahwa kehidupan mereka telah ada garisnya, mereka hanya menjalankan saja.
Dasar kepercayaan Jawa atau Javanisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini pada hakekatnya adalah satu, atau merupakan kesatuan  hidup. Javanisme memandang kehidupan manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam raya. Dengan demikian kehidupan manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang religius.
Alam pikiran orang Jawa merumuskan kehidupan manusia berada dalam dua kosmos ( alam ) yaitu makrokosmos dan mikrokosmos.
Makrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta, yang mengandung kekuatan-kekuatan supranatural ( adikodrati ). Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos.
Dalam makrokosmos pusat alam semesta adalah Tuhan. Alam semesta memiliki kirarki yang ditujukan dengan adanya jenjang alam kehidupan orang Jawa dan adanya tingkatan dunia yang semakin sempurna ( dunia atas – dunia manusia -  dunia bawah ). Alam semesta terdiri dari empat arah utama ditambah satu pusat yaitu Tuhan yang mempersatukan dan memberi keseimbangan.
Sikap dan pandangan terhadap dunia nyata ( mikrokosmos ) adalah tercermin pada kehidupan manusia dengan lingkungannya, susunan manusia dalam masyarakat, tata kehidupan manusai sehari-hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam menghadapi kehidupan manusia yang baik dan benar didunia inii tergantung pada kekuatan batin dan jiwanya.
Bagi orang Jawa dahulu, pusat dunia ini ada pada pimpinan atau raja dan keraton, Tuhan adalah pusat makrokosmos sedangkan raja adalah perwujudan wakil Tuhan di dunia ,sehingga dalam dirinya terdapat keseimbangan berbagai kekuatan dari dua alam. Jadi raja dipandang sebagai  pusat komunitas di dunia seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari Tuhan dengan keraton sebagi tempat kediaman raja. Keraton merupakan pusat keramat kerajaan dan bersemayamnya raja karena rajapun dianggap merupakan sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah dan membawa ketentraman, keadilan dan kesuburan.
Pernyataan-pernyataan diatas merupakan gambaran umum tentang alam pikiran serta sikap dan pandangan hidup yang dimiliki oleh orang Jawa pada jaman kerajaan. Alam pikiran ini telah berakar kuat dan menjadi landasan falsafah dari segala perwujudan yang ada dalam tata kehidupan orang Jawa.  

Kegiatan Religius Orang Jawa Kejawen.

Menurut kamus bahasa Inggris istilah kejawen atau kejawaan adalah Javanism, Javaneseness ; yang merupakan suatu cap deskriptif bagi unsur-unsur kebudayaan Jawa yang dianggap sebagai hakikat  Jawa dan yang mendefisikannya sebagai suatu kategori khas. Javanisme yaitu agama beserta pandangan hidup orang Jawa, yang menekankan ketentraman batin, keselarasan dan keseimbangan, sikap nrima terhadap segala peristiwa yang terjadi sambil menempatkan individu dibawah masyarakat dan masyarakat dibawah semesta alam.
Neils Mulder memperkirakan unsur-unsur ini berasal dari masa Hindu – Budha dalam sejarah Jawa yang berbaur dalam suatu filsafat, yaitu sistem khusus dari dasar bagi perilaku kehidupan. Sistem pemikiran Javanisme adalah lengkap pada dirinya, yang berisikan kosmologi, mitologi, seperangkat konsepsi yang pada hakikatnya bersifat mistik dan sebagainya yang menimbulkan anthropologi Jawa tersendiri, yaitu suatu sistem gagasan mengenai sifat dasar manusia dan masyarakat, yang pada gilirannya menerangkan etika, tradisi dan gaya Jawa. Singkatnya Javanisme memberikan suatu alam pemikiran secara umum sebagai suatu badan pengetahuan yang menyeluruh, yang dipergunakan untuk menafsirkan kehidupan sebagaimana adanya dan rupanya. Jadi kejawen bukanlah suatu katagori keagamaan, tetapi menunjukkan kepada suatu etika dan gaya hidp yang diilhami oleh cara berpikir Javanisme.
Dasar pandangan manusia jawa  berpendapat bahwa tatanan alam dan masyarakat sudah ditentukan dalam segala seginya. Mereka menganggap bahwa pokok kehidupan dan status dirinya sudah ditetapkan, nasibnya sudah ditentukan sebelumnya, jadi mereka harus menanggung kesulitan hidupnya dengan sabar. Anggapan – anggapan mereka itu berhubungan erat dengan kepercayaan mereka pada bimbingan adikodrati dan bantuan dari roh nenek moyang yang seperti Tuhan sehingga menimbulkan perasaan keagamaan dan rasa aman.
Kejawaan atau kejawen dapat diungkapkan dengan baik oleh mereka yang mengerti tentang rahasia-rahasia kebudayaan Jawa, dan bahwa kejawen ini sering sekali diwakili yang paling baik oleh golongan elite priyayi lama dan keturunan – keturunannya yang menegaskan adalah bahwa kesadaran akan budaya sendiri merupakan gejala yang tersebar luas di kalangan orang Jawa. Kesadaran akan budaya ini sering kali menjadi kebanggaan dan identitas kultural. Orang-orang inilah yang memelihara warisan budaya Jawa secara mendalam yang dapat dianggap sebagai Kejawen.
Budaya Jawa Kejawenmemahami  kepercayaan mereka pada pelbagai macam roh-roh yang tidak kelihatan yang dapat menimbulkan bahaya seperti kecelakaan atau penyakit apabila mereka dibuat marah atau penganutnya tidak hati-hati. Untuk melindungi semua itunya itu, orang Jawa kejawen memberi sesajen atau caos dahar yang dipercaya dapat mengelakkan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan dan mempertahankan batin dalam keadaan tenang. Sesajen yang digunakan biasanya terdiri dari nasi dan aneka makanan lain, daun-daun bunga serta kemenyan.
Contoh kegiatan religius dalam masyarakat Jawa, khususnya orang Jawa Kejawen adalah puasa atau siam. Orang Jawa Kejawen mempunyai kebiasaan berpuasa pada hari-hari tertentu misalnya : Senin – Kamis atau pada hari lahir, semuanya itu merupakan asal mula dari tirakat. Dengan tirakat, orang dapat menjadi lebih tekun dan kelak akan mendapat pahala. Orang Jawa kajawen menganggap bertapa adalah suatu hal yang penting. Dalam kesusastraan kuno orang Jawa, orang yang berabad-abad bertapa dianggap sebagai orang keramat karena dengan bertapa orang dapat menjalankan kehidupan yang ketat ini dengan tinggi serta mampu menahan hawa nafsu sehingga tujuan-tujuan yang penting dapat tercapai. Kegiatan orang Jawa Kejawen yang lainnya adalah meditasi atau semedi, menurut Koentjaraningrat  meditasi atau semedi biasanya dilakukan bersama-sama dengan tapabrata ( bertapa ) dan dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap keramat misalnya di Gunung, Kuburan, ruang yang dikeramatkan dan sebagainya. Pada umumnya orang melakukan meditasi adalah untuk mendekatkan atau menyatukan diri dengan Tuhan.



 

































CIPTO TUNGGAL

Cipto/cipta  bermakna: pengareping rasa, tunggal artinya satu atau difokuskan ke satu obyek. Jadi Cipta Tunggal bisa diartikan sebagai konsentrasi cipta.  

1. Cipta, karsa ( kehendak ) dan pakarti ( tindakan ) selalu aktif selama orang itu masih hidup. Pakarti bisa berupa tindakan fisik maupun non fisik, pakarti non fisik misalnya seseorang bisa membantu memecahkan atau menyelesaikan masalah orang lain dengan memberinya nasehat, nasehat itu berasal dari cipta atau rasa yang muncul dari dalam. Sangatlah diharapkan seseorang itu hanya menghasilkan cipta yang baik sehingga dia juga mempunyai karsa dan pakarti/tumindak yang baik, dan yang berguna untuk diri sendiri atau syukur -syukur pada orang lain.  

2. Untuk bisa mempraktekkan tersebut diatas, orang itu harus selalu sabar, konsestrasikan cipta untuk sabar, orang itu bisa makarti dengan baik apabila kehendak dari jiwa dan panca indera serasi lahir dan batin. Ingatlah bahwa jiwa dan raga selalu dipengaruhi oleh kekuatan api, angin, tanah dan air.

3. Untuk memelihara kesehatan raga, antara lain bisa dilakukan :
    Minumlah segelas air dingin dipagi hari, siang dan malam sebelum tidur, air segar ini bagus untuk syarat dan bagian-bagian tubuh yang lain yang telah melaksanakan makarti.
   Jagalah tubuh selalu bersih dan sehat, mandilah secara teratur di negeri tropis sehari dua kali.
   Jangan merokok terlalu banyak.
   Konsumsilah lebih banyak sayur-sayuran dan buah-buahan dan sedikit daging, perlu diketahui daging yang berasal dari binatang yang disembilah dan memasuki raga itu bisa berpengaruh kurang baik, maka itu menjadi vegetarian ( tidak makan daging ) adalah langkah yang positif.
   Kendalikanlah kehendak atau nafsu, bersikaplah sabar, narima dan eling. Janganlah terlalu banyak bersenggama, seminggu sekali atau dua kali sudah cukup.

4. Berlatihlah supaya cipta menjadi lebih kuat, pusatkan cipta kontrol panca indera. Tenangkan badan ( heneng ) dengan cipta yang jernih dan tentram ( hening ) Bila cipta bisa dipusatkan dan difokuskan kearah satu sasaran itu bagus, artinya cipta mulai mempunyai kekuatan sehingga bisa dipakai untuk mengatur satu kehendak.

5. Buatlah satu titik atau biru ditembok atau dinding ( . ) duduklah bersila dilantai menghadap ke tembok, pandanglah titik itu tanpa berkedip untuk beberapa saat, konsentrasikan cipta, kontrol panca indera, cipta dan pikiran jernih ditujukan kepada titik tersebut. Jangan memikirkan yang lain, jarak mata dari titik tersebut kira-kira tujuh puluh lima sentimeter, letak titik tersebut sejajar dengan mata, lakukan itu dengan santai.

6. Lakukan latihan pernafasan dua kali sehari, pada pagi hari sebelum mandi demikian juga pada sore hari sebelum mandi tarik nafas dengan tenang dalam posisi yang enak.

7. Lakuakan olah raga ringan ( senam ) secara teratur supaya badan tetap sehat, sehingga mampu mendukung latihan olah nafas dan konsentrasi.

8. Hisaplah kedalam badan Sari Trimurti pada hari sebelum matahari terbit dimana udara masih bersih, lakukan sebagai berikut :
   Tarik Nafas                  Tahan Nafas        Keluarkan Nafas   Jumlah
   10 detik                     10 detik            10 detik             30 detik
                                                            minggu I : 3 kali
15 detik                     10 detik            15 detik             40 detik
                                                            minggu II : 3 kali
20 detik                      10 detik             20 detik             50 detik
                                                            minggu III : 3 kali
26 detik                      08 detik             26 detik             60 detik
                                                            minggu IV : 3 kali

9. Untuk memperkuat otak tariklah nafas dengan lobang hidung sebelah kiri dengan cara menutup hidung sebelah kiri dengan cara menutup lobang hidung sebelah kanan dengan jari, lalu tahan nafas selanjutnya keluarkan nafas melalui lobang hidung sebelah kanan, dengan menutup lobang hidung sebelah kiri dengan jari.

   Tarik Nafas      Tahan Nafas        Keluarkan Nafas   Jumlah
4 detik            8 detik               4 detik               16 detik
                                                minggu I : 7 kali
10 detik          7 detik               10 detik             27 detik
                                                minggu II : 7 kali
10 detik          10 detik            10 detik             30 detik
                                                minggu III & IV : 7 kali
20 detik          20 detik             20 detik             60 detik
                                                minggu V : 7 kali

10. Karsa akan terpenuhi apabila nasehat-nasehat diatas dituruti dengan benar, praktekkan samadi pada waktu malam hari, paling bagus tengah malam ditempat atau kamar yang bersih. Kontrol panca indera, tutuplah sembilan lobang dari raga, duduk bersila dengan rilek, fokuskan pandangan kepada pucuk hidung. Tarik nafas, tahan nafas, dan keluarkan nafas dengan tenang dan santai, konsentrasikan cipta lalu dengarkan suara nafas. Pertama-tama akan dirasakan sesuatu yang damai dan apabila telah sampai saatnya orang akan bisa berada berada dalam posisi hubungan harmonis antara kawula dan Gusti ALLAH

11. Cobalah lakukan sebagai berikut :
Lupakan segalanya selama dua belas detik
Dengan sadar memusatkan cipta kepada dzat yang agung selama seratus empat puluh detik.
Jernihkan pikiran dan rasa selama satu, dua atau tiga jam ( semampunya )

12. Tujuh macam tapa raga, yang perlu dilakukan
Tapa mata, mengurangi tidur artinya jangan mengejar pamrih.
Tapa telinga, mengurangi nafsu artinya jangan menuruti kehendak jelek.
Tapa hidung, mengurangi minum artinya jangan menyalahkan orang lain
Tapa bibir, mengurangi makan artinya jangan membicarakan kejelekan orang lain
Tapa tangan, jangan mencuri artinya jangan mudah memukul orang
Tapa alat seksual, mengurangi bercinta dan jangan berzinah
Tapa kaki, mengurangi jalan artinya jangan membuat kesalahan

13.  Tujuh macam tapa jiwa yang perlu dilakukan
Tapa raga, rendah hati melaksanakan hanya hal yang baik
Tapa hati, bersyukur tidak mencurigai orang lain melakukan hal yang jahat
Tapa nafsu, tidak iri kepada sukses orang lain, tidak mengeluh dan sabar pada saat menderita
Tapa jiwa, setia tidak bohong, tidak mencampuri urusan orang
Tapa rasa, tenang dan kuat dalam panalongso
Tapa cahaya, bersifat luhur berpikiran jernih
Tapa hidup, waspada dan eling

14.  Berketetapan hati
tidak ragu-ragu
selalu yakin orang yang kehilangan keyakinan atas kepercayaan diri adalah seperti pusaka yang kehilangan yoninya atau kekuatannya

15.  Menghormati orang lain tanpa memandang jenis kelamin, kedudukan, suku, bangsa, kepercayaan dan agama, semua manusia itu sama : saya adalah kamu ( tat twan asi ). Artinya kalau kamu berbuat baik kepada orang lain, itu juga baik buat kamu, kalau kamu melukai orang lain itu juga melukai dirimu sendiri.

16.  Sedulur papat kalimo pancer
Orang Jawa tradisional percaya eksistensi dari sedulur papat ( saudara empat ) yang selalu menyertai seseorang dimana saja dan kapan saja, selama orang itu hidup didunia. Mereka memang ditugaskan oleh kekausaan alam untuk selalu dengan setia membantu, mereka tidak tidak punya badan jasmani, tetapi ada baik dan kamu juga harus mempunyai hubungan yang serasi dengan mereka yaitu :
Kakang kawah, saudara tua kawah, dia keluar dari gua garba ibu sebelum kamu, tempatnya di timur warnanya putih.
Adi ari-ari, adik ari-ari, dia dikeluarkan dari gua garba ibu sesudah kamu, tempatnya di barat warnanya kuning.
Getih, darah yang keluar dari gua garba ibu sewaktu melahirkan, tempatnya di selatan warnanya merah
Puser, pusar yang dipotong sesudah kelahiranmu, tempatnya di utara warnanya hitam.
Selain sedulur papat diatas, yang lain adalah Kalima Pancer, pancer kelima itulah badan jasmani kamu. Merekalah yang disebut sedulur papat kalimo pancer, mereka ada karena kamu ada. Sementara orang menyebut mereka keblat papat lima tengah, ( empat jurusan yang kelima ada ditengah ). Mereka berlima itu dilahirkan melalui ibu, mereka itu adalah Mar dan Marti, berbentuk udara. Mar adalah udara, yang dihasilkan karena perjuangan ibu saat melahirkan bayi, sedangkan Marti adalah udara yang merupakan rasa ibu sesudah selamat melahirkan si jabang bayi. Secara mistis Mar dan Marti ini warnanya putih dan kuning, kamu bisa meminta bantuan Mar dan Marti hanya sesudah kamu melaksankan tapa brata ( laku spiritul yang sungguh-sungguh )

17. Tingkatkan sembah, menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berarti juga menghormati dan memujaNYA, istilah lainnya ialah Pujabrata. Ada guru laku yang mengatakan bahwa seseorang itu tidak diperkenankan melakukan pujabrata, sebelum melewati tapabrata.

a. Sembah rogo
Ini adalah tapa dari badan jasmani, seperti diketahui badan hanyalah mengikuti perintah batin dan kehendak. Badan itu maunya menyenag-nyenangkan diri, merasa gembira tanpa batas. Mulai hari ini, usahakan supaya badan menuruti kehendak cipta yaitu dengan jalan: bangun pagi hari, mandi, jangan malas lalau sebagai manusia normal bekerjalah. Makanlah makanan yang tidak berlebihan dan tidur secukupnya saja: makan pada waktu lapar, minum pada waktu haus, tidur pada waktu sudah mengantuk, pelajarilah ilmu luhur yang berguna untuk diri sendiri dan orang lain.

b. Sembah cipta
1. kamu harus melatih pikiranmu kepada kenyataan sejati kawula engenal Gusti.
2. Kamu harus selalu mengerjakan hal-hal yang baik dan benar, kontrollah nafsumu dan taklukan keserakahan. Dengan begitu rasa kamu akan menjadi tajam dan kamu akan mulai melihat kenyataan.

            Berlatih cipta sebagai berikut :

1. Lakukan dengan teratur ditengah, ditempat yang sesuai.
2. Konsentrasikan rasa kamu
3. Jangan memaksa ragamu, laksanakan dengan santai saja
4. Kehendahmu jernih, fokuskan kepada itu
5. Biasakanlah melakukan hal ini, sampai kamu merasa bahwa apa yang kamu kerjakan itu adalah sesuatu yang memang harus kamu kerjakan, dan sama sekali tidak menjadi beban
   Kini kamu berada dijalan yang menuju ke kenyataan sejati, kamu merasa seolah-olah sepi tidak ingat apapun, seolah-olah badan astral dan mental tidak berfungsi, kamu lupa tetapi jiwa tetap eling ( sadar ) itulah situasi heneng dan hening dan sekaligus eling kesadaran dari rasa sejati. Ini hanya bisa dilaksanakan dengan keteguhan hati sehingga hasilnya akan terlihat.

c. Sembah jiwo

Sembah jiwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan rasa yang mendalam menggunakan jiwa suksma yang telah kamu temui pada waktu pada heneng, hening dan eling, ini adalah sembah batin yang tidak melibatkan lahir. Apabila kamu melihat cahaya yang sangat tenang tetapi tidak menyilaukan itu pertanda kamu sudah mulai membuka dunia kenyataan. Cahaya itu adalah pramana kamu sendiri, kamu akan merasa yakin pada waktu bersamadi, kamu dan cahaya itu saling melindungi.


d. Sembah roso artinya sejati ( roso sejati )

1. Kita bisa mengerti dengan sempurna untuk apa kita diciptkan dan selanjutnya apakah tujuan hidupmu.
2. Kita akan mengerti dengan sempurna atas kenyataan hidup dan  keberadaan semua mahluk melalui  olah samadi  atau memahami   Sangkan Paraning Dumadi, hubungan harmonis antara kawula dan Gusti layaknya seperti manisnya madu dan madunya, tidak terpisahkan. 

MEDITASI

Dalam olah batin, meditasi menjadi salah satu topik pembicaraan yang tiada habis-habisnya. Tentu hal tersebut ada sebabnya, sebabnya tiada lain karena meditasi adalah salah satu usaha proses untuk meningkatkan pengembangan pribadi seseorang secara total. Tulisan ini didasari oleh pengalaman pribadi dan pengalaman temen-temen penulis yang melakukan laku  olah batin serta berbagai literatur mengenai meditasi.
Tulisan ini merupakan usaha melengkapi tulisan J. Sujianto yang berjudul “ Pengembangan Kwalitas Pribadi di Bidang Kebatinan, suatu Proses Meningkatkan Kreatifitas dan Pengetahuan Dunia Gaib “

Apakah Meditasi ?

Mengusahakan rumus yang pasti mengenai arti meditasi tidaklah mudah, yang dapat dilakukan adalah memberi gambaran berbagi pengalaman dari mereka yang melakukan meditasi, berdasarkan pengalaman meditasi dapat berarti :
1.  Melihat ke dalam diri sendiri
2.  Mengamati, refleksi kesadaran diri sendiri
3.  Melepaskan diri dari pikiran atau perasaan yang berobah-obah, membebaskan keinginan duniawi sehingga menemui jati dirinya yang murni atau asli.
Tiga hal tersebut diatas baru awal masuk ke alam meditasi, karena kelanjutan meditasi mengarah kepada sama sekali tidak lagi mempergunakan panca indera ( termasuk pikiran dan perasaan ) terutama ke arah murni mengalami kenyataan yang asli.
Perlu segera dicatat, bahwa pengalaman meditasi akan berbeda dari orang ke orang yang lain, karena pengalaman dalam bermeditasi banyak dipengaruhi oleh latar belakang temperamen, watak dan tingkat perkembangan spiritualnya serta tujuan meditasinya dengan kulit atau baju kebudayaan orang yang sedang melaksanakan meditasi.
Secara gebyah uyah ( pada umumnya ) orang yang melakukan meditasi yakin adanya alam lain selain yang dapat dijangkau oleh panca indera biasa. Oleh karena itu mungkin sekali lebih tepat jika cara-cara meditasi kita masukkan ke golongan seni dari pada ilmu. Cara dan hasil meditasi dari banyak pelaku olah batin dari berbagai agama besar maupun perorangan dari berbagai bangsa, banyak menghasilkan kemiripan-kemiripan yang hampir-hampir sama, tetapi lebih banyak mengandung perbedaan dari pribadi ke pribadi orang lain. Oleh karena itu kita dapat menghakimi hasil temuan orang yang bermeditasi, justru keabsahan meditasinya tergantung kepada hasilnya, umpamanya orang yang bersangkutan menjadi lebih bijaksana, lebih merasa dekat dengan Tuhan, merasa kesabarannya bertambah, mengetahui kesatuan alam dengan dirinya dan lain-lainnya.
Keadaan hasil yang demikian, sering tidak hanya dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh orang-orang ( masyarakat ) di sekitar diri orang tersebut karena tingkah-lakunya maupun ucapan-ucapannya serta pengabdiannya kepada manusia lain yang membutuhkan bantuannya, mencerminkan hasil meditasinya. Cara-cara dan akibat bermeditasi.

Cara bermeditasi banyak sekali.
Adapun yang memulai dengan tubuh, arti meditasi dengan tubuh adalah mempergunakan menyerahkan tubuh ke dalam situasi hening. Lakuknya adalah dengan mempergunakan pernafasan, untuk mencapai keheningan, kita menarik nafas dan mengeluarkan nafas dengan teratur. Posisi tubuh carilah yang paling anda rasakan cocok / rileks, bisa duduk tegak, bisa berbaring dengan lurus dan rata. Bantuan untuk lebih khusuk jika anada perlukan, pergunakan wangi-wangian dan atau mantra, musik yang cocok dengan selera anda, harus ada keyakinan dalam diri anda, bahwa alam semesta ini terdiri dari energi dan cahaya yang tiada habis-habisnya. Keyakinan itu anda pergunakan ketika menarik dan mengeluarkan nafas secara teratur. Ketika menarik nafas sesungguhnya menarik energi dan cahaya alam semesta yang akan mengharmoni dalam diri anda, tarik nafas tersebut harus dengan konsentrasi yang kuat. Ketika mengelurkan nafas dengan teratur juga, tubuh anda sesungguhnya didiamkan untuk beberapa saat. Jika dilakukan dengan sabar dan tekun serta teratur, manfaatnya tidak hanya untuk kesehatan tubuh saja tetapi juga ikut menumbuhkan rasa tenang.
Bermeditasi dengan usaha melihat cahaya alam semesta, yang dilakukan terus menerus secara teratur, akan dapat menumbuhkan ketenangan jiwa, karena perasaan-perasaan negatif seperti rasa kuatir atau takut, keinginan yang keras duniawi, benci dan sejenisnya akan sangat berkurang, bahkan dapat hilang sama sekali, yang hasil akhirnya tumbuh ketenangan. Meditasi ini harus juga dilakukan dengan pernafasan yang teratur.
Kesulitan yang paling berat dalam bermeditasi adalah “ mengendalikan pikiran dengan pikiran “ artinya anda berusaha “ mengelola “ pikiran-pikiran anda, sampai mencapai keadaan “ Pikiran tidak ada “ dan anda tidak berpikir lagi, salah satu cara adalah “ mengososngkan pikiran “ dengan cara menfokuskan pikiran anda kepada suatu cita-cita, umpamanya cita-cita ingin menolong manusia manusia lain, cita-cita ingin manunggal dengan Tuhan. Cita-cita ingin berbakti kepada bangsa dan negara, cita-cita berdasarkan kasih sayang dan sejenis itu menjadi sumber fokus ketika hendak memasuki meditasi. Secara fisik ada yang berusaha “ mengosongkan pikiran “ dengan memfokuskan kepada “ bunyi nafas diri sendiri “ ketika awal meditasi, atau ada juga yang menfokuskan kepada nyala lilin atau ujung hidung sendiri.
Jika proses meditasi yang saya lukiskan tersebit diatas dapat anda lakukan dengan tepat, maka anda dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dalam pengertian spiritual, yang akibatnya pasti baik untuk diri anda sendiri, mungkin juga bermanfaat untuk manusia lain
Sesuatu itu jangan dijadikan tujuan meditasi, karena hasil sesuatu itu adalah hasil proses meditasi, bukan tujuan meditasi.
Jika dalm proses tersebut pikiran anda belum dapat anda “ kuasai atau hilangkan “ janganlah putus asa atau berhenti, tetapi juga memaksakan diri secara keterlaluan. Pengembangan selanjutnya dari proses meditasi tersebut, anda sendiri yang akan menemukan dan meneruskannya, karena berciri sangat pribadi.
Untuk dapt berhasil anda sangat perlu memiliki motivasi yang cukup pekat dan dalam, sehingga dengan tiada terasa anda akan bisa khusuk dalam keheningan bermeditasi. Jika menemui sesuatu, apakah itu cahaya atau suara atau gambaran-gambaran, jangan berhenti, teruskan meditasi anda. Pengalaman sesudah keadaan demikian, hanya andalah yang dapat mengetahui dan merasakannya, karena tiada kata kalimat dalam semua bahas bumi yang dapat menerangkan secara gamblang. Dalam keadaan demikian anda tidak lagi merasa lapar, mengantuk bahkan tidak mengatahui apa-apa lagi, kecuali anda tersadar kembali. Biasanya intuisi anda akan lebih tajam sesudah mengalami proses meditasi yang demikian itu, dan mungkin pula memperoleh “ pengetahuan “ tentang alam semesta atau lainnya.

SAMADI

Samadi berasal dari kata : Sam artinya besar dan Adi artinya bagus atau indah. Seseorang yang melakukan samadi adalah seseorang yang mengambil posisi-patrap untuk meraih budi yang besar, indah dan suci.
Budi suci adalah budi yang diam tanpa nafsu, tanpa keinginan dan pamrih apapun. Inilah kondisi suwung ( kosong ) tetapi sebenarnya ada aktifitasdari getaran hidup murni murni sebagai sifat-sifat hidup dari Tuhan.
Budi suci terlihat seperti cahaya atau sinar yang disebut Nur, Nur itu adalah hati dari budi. Kesatuan dari budi dan nur secara mistis disebut curigo manjing warongko atau bersatunya kawula dan Gusti atau juga biasa digambarkan Bima manunggal dengan Dewa Ruci.
Istilah lainnya ialah Pangrucatan atau Kamukswan, pangrucatan itu arinya dilepas, apa yang dilepas ? pengaruh dari nafsu . mukswa artinya dihapus, apa yang dihapus ? pengaruh dari nafsu, oleh karena itu samadi adalah satu proses dari penyucian budi, budi menjadi nur. Di dalam nur ini, kawula bisa berkomunikasi dengan Gusti untuk menerima tuntunan sesuai dengan kedudukannya sebagai kawula.

Praktek Samadi

Waktu bersamadi orang bisa mengambil posisi duduk atau tidur telentang diatas tempat tidur. Pilihlah tempat yang bersih, tenang dan aman, bernafaslah dengan santai, pada posisi tidur kaki diluruskan, kedua tangan diletakkan didada. Dengarkanlah dengan penuh perhatian suara nafas dengan tenang, menghirup dan mengeluarkan udara melalui hidung. Ini akan membuat pikiran menjadi tidak aktif. Nikmatilah suara nafas dengan jalan menutup mata, ini sama seperti kalau memusatkan pandangan kepada pucuk hidung. Dengan melakukan ini, pikiran dinetralisir demikian juga angan-angan dan pengaruh panca indera. Sesudah itu nafsu dinetralisir didalam indera ke enam. Bila berhasil orang akan berada dalam suwung dan nur mendapatkan tuntunan mistis yang simbolis.

Manusia.

Manusia dicaptakan oleh Tuhan, manusia adalah makluk yangmempunyai :

1.      Badan jasmani – badan kasar.
2.      Badan jiwa – badan alus.
3.      Badan cahaya – nur atau suksma

Dengan susunan seperti tersebut diatas, diharapkan akan mampu mengetahui “ Sangkan Paraning Dumadi “ ( makna perjalanan kehidupan )



Memahami Jagad Raya.

Sebelum adanya jagad raya, tidak ada apa-apa kecuali kekosongan dan suwung. Didalam suwung terdapat sifat-sifat hidup dari Tuhan, jagad raya adalah suatu Causa prima. Sifat-sifat hidup Tuhan terasa seperti getaran dan getaran ini terus menerus. Ada tiga elemen yang terdiri dari :
1.      Elemen merah dengan sinar merah, ini panas
2.      Elemen biru dengan sinar biru, ini dingin
3.      Elemen kuning dengan sinar kuning, ini menakjubkan.
Elemen-elemen ini selalu bergetar. Sebagai hasil dari perpaduan ketiga elemen tersebut, elemen  ke empat lahir dengan warna putih atau putih keperak-perakan dan inilah yang disebut nur. Nur itu adalah sari dari jagad raya, ada yang menjadi calon planet, ada yang menjadi badan budi atau jiwa yaitu badan jiwa dari manusia, ketika nur  menjadi sari dari badan jasmani manusia. Itu artinya didalam jagad raya dan galaksi akan selalu dilahirkan planet-planet dan bintang-bintang baru. Kondisi dari plenet-planet yang baru dilahirkan bisa berbeda antara yang satu dengan yang lain, karena tergantung kepada pengaruh dari tiga elemen tersebut, ada planet yang bisa dihuni dan yang tidak bisa dihuni.

Wong kang ambudi daya kalawan anglakoni tapa utawa semedi kudu kanthi kapracayan kang nyukupi apa dene serenging lan kamempengan anggone nindhakake. Atine kudu santosa temenan supaya wong kang nindhakake sedyane mau ora nganti kadadeyan entek pengarep-arepe yen kagawa saka kuciwa dening kahanane badane, wong mau kudu nindakake pambudi dayane luwih saka wewangening wektu saka katamtuwaning laku kang dikantekake marang sawiji-wijining mantram lan ajaran ilmu gaib awit gede gedening kagelan iku ora kaya wong kang gagal enggone nindakake lakune rasa kuciwa kang mangkono iku nuwuhake prihatin lan getun, nganti andadekake ciliking ati lan enteking pangarep-arep. Sawise wong mau entek pangarep arepe lumrahe banjur trima bali bae marang panguripan adat sakene mung dadi wong lumrah maneh.

Kawruhana wong kang lagi miwiti ngyakinake ilmu gaib sok sok dheweke iku mesthi nemoni kagagalan kagagalan kang nuwuhake rasa kuciwa. Sawijining wewarah kang luwih becik tumrap wong kang lagi nglakoni kasutapan iya iku ati kang teguh santosa aja kesusu-susu lan aja bosenan ngemungake wong kang anduweni katetepan ati lan santosaning sedya sumedya ambanjurake ancase iya iku wong kang bakal kasembadan sedyane. Wong ngyakinake prabawa gaib iku anduweni kekarepan supaya dadi wong lanang temenan kang diendahake dening wong akeh, iya anaa ing ngendi wae enggone nyugulake dirine, Amarehe diwedeni ing wong akeh panguwuhe gawe kekesing wong yen anyentak dadi panggugupake lan gawe gemeter dirine, ditrisnani ing wong akeh pitembungane digatekake lan pakartine diluhurake ing wong akeh, iya pancen nyata wong liyane mesthi tunduk marang sawijining wong kang ahli ilmu.

Wong ahli kasutapan tansah yakin enggone ngumpulake kekuwatan gaib ing dalem dhirine. Ana paedahe kang migunani banget manawa wong nindakake pambudi daya kalawan misah dheweke ana ing papan kang sepi karana tinimune kekuwatan gaib iku sok-sok tinemu dhewekan ana ing sepen. Wong ahli kasutapan kudu budidaya bisane nglawan marang nepsune kekarepan umum (kekarepan wong akeh kang campur bawur ngumandang ana ing swasana), kalawan tumindak mangkono wong ahli kasutapan mau dadi nduweni pikiran-pikiran kang mardhika, iya pikiran-pikiran kang mangkono iku kang bisa nekakake kasekten gaib.

Sangsaya akeh kehing kang kena tinides, uga sangsaya gedhe tumandhoning kekuwatan gaib kang kinumpulake. Kekuwatan gaib iku tansah makarti tanpa kendhat enggone mujudake sedya lan nganakake kekarepan. Wong ahli kasutapan kudu anduweni ati kang tetep lan kekarepan kan dereng, kalawan ora maelu marang anane pakewuh pakewuhe lan kagagalan-kagagalaning. Kasekten iku kaperang ana rong warna, iya iku kasekten putih (Witte magie/white magic) utawa kasekten ireng (Zwarte magie/Black Magic). Awit saka anane perangan mau banjur dadi kanyatan yen perangan kang sawiji iku becik, dene perangan liyane ala.

Kasekten putih iku satemene ilmu Allah Kang Maha Luhur wis mesthi bae kapigunakake mligi kanggo kaslametane wong akeh. Dene kasekten ireng iku ilmu kaprajuritan kang kapigunakake luwih-luwih kanggo nelukake kalayan paripaksa, sarta bakal anjalari kacilakaning wong liya. Ananing sakaro karone saka sumber ilmu Allah sarta sakaro karane iku padha dipigunakake kalawan atas asma Allah. Tinemune ilmu-ilmu kasekten iki saranane kalawan kekuwataning pikiran pikiran iku manawa kagolongake meleng sawiji bisa nuwuhake kekuwatan kaya panggendeng kang rosa banget tumrap marang apa bae kang dipikir lan disedya.

Wong kang nglakonitapa kalawan nindakake laku-laku kang tinemtokake wis mesthi bae gumolonging pikirane bebarengan padha kumpul dadi siji sarta katujokake marang apa kang disedya kalawan mangkono iku kekuwatan daya anarik migunakake sarosaning kekuwatane banjur anarik apa kang dikarepake. Swasana kang katone kaya dene kothong bae iku satemene ana drate rupa-rupa kayata : geni murub emas kayu lemah waja, electrieiteit zunrstof koolzunr sarpaning Zunr lan isih akeh liya-liyane maneh.

Samengko umpamane ban ana sawijining wong kang lagi tapa kalawan duwe sedya supaya andarbeni daya prabawa kang luwih gedhe sarta anindakake sakehing kekuwatan pikiran kalawan ditujokake marang sedyane mau nganti nuwuhake daya prabawa. Kekuwataning daya anarik saka pikiran iku banjur anarik dzat ing swasana kang pinuju salaras karo daya prabawa mau kalawan saka sathithik sarta sareh dzat daya prabawa kang ing swasana iku katarik mlebu ing dalem badane wong kang lagi tapa mau. Kalawan mangkono dzat "prabawa" iku dadi kumpul ing dalem badane wong narik dzat iku nganti tumeka wusanane badane wong ahli tapa, iku bisa metokake daya prabawa kang gedhe daya karosane.

Wong kang andarbeni ilmu kang mangoko iku dadi sawijining wong kang sakti mandraguna. Tumrap wong-wong kang nglakoni tapa ditetepake pralambang telu : Diyan, Jubah lan Teken. Diyan minangka pralambanging pepadhang, tumrap kahanan kang umpetan utawa gaib. Jubah minangka dadi pralambange katentremaning ati kang sampurna, dene teken minangka dadi pralambanging kekuwatan gaib.

Ing dalem sasuwene wong nglakoni tapa iku prelu banget kudu migateake marang sirikane, kayata : wedi, nepsu, sengit, semang-semang lan drengki. Rasa wedi iku sawijining pangrasa kang luwih saka angel penyegahe. Menawa isih kadunungan rasa wedi ing dalem atine wong ora bakal bisa kasambadan apa kang disedyaak. Kalawan "rasa wedi" iku atining wong dadi ora bisa anduweni budi daya apa-apa.

Sajrone nglakoni tapa utawa salagine ngumpulake kekuwatan gaib, atining wong iku mesthi kudu tetep tentrem lan ayem sanadyan ana kadadeyan apa wae. Manawa atine wong iku nganti gugur, kasutapan iya uga dadi gugur lan kudu lekas wiwit maneh. Gegeman kalawan wadi sakehing ilmu gaib lkang lagi pinarsudi, luwih becik murih nyataning kasekten tinimbang karo susumbar kalawan kuwentos kayakenthos.

"Nepsu" iku andadekake tanpa dayane kekuwataning batin. "Semang-semang" iku andadekake ati kang peteng ora padhang terang. "Sengit utawa drengki" iku uga dadi mungsuhing kekuwatan gaib. Wong kang lagi nindakake katamtuwan ing dalem kasutapan kudu kalawan ati kang sabar anteng lan tetep.
Patrapebadan kang kaku lan kagugupan kudu didohake .
Aja sok singsot
Aja duwe lageyan sok nethek nethek kalawan driji tangan marang meja kursi utawa papan liyane.
Aja ngentrok-entrokake sikil munggah mudhun.
Aja sok anggigit kukuning dariji tangan.
Aja mencap-mencepake lambe.
Aja molahake lidhah lan andhilati lambe.
Aja narithilake kedheping mata.
Ngedohake sakehing saradan utawa bendana kang ora becik, kayata glegak-glegek molah-molahake sirah, kukur-kukur sirah, ngangkat pundhak lan liya-liyane sabangsane saradan kabeh.
Satemene perlu banget nyirnakake kekarepan "drengki" luk wit ngrasaning karep drengki iku banget nindhih marang diri pribadi. Ana maneh "drengki" iku kaya anggawa sawijining pikulan abot kang tansah nindhes marang dhiri lan sarupa ana barang atos medhokol kang angganjel pulung ati. "Drengki lan meri" iku mung anggawa karugiyan bae tumrap kita, ora ana gunane sathithik -thithika. Salawase wong isih anduweni pangrasan karep "drengki lan meri" iku ora bakal bisa tumeka kamajuwane tumrap dunya prabawaning gaib.

Ora mung tumindak bae tumrap sawijining wong bae bisa maluyakake wong liya kalawan kekuwatan gaib nanging uga tumindak tumrap sawijining wong maluyakake dhiri pribadi kalawan kekuwatan iku. Bisane maluyakake larane wong liya, mesthine kudu ngirima kekuwatan waluya marang sajroning badane wong kang lara. Manawa wong gelem naliti yen wong iku bisa ngumpulake kekuwatan gaib ing dalem badane dhewe lan ngetokake sabageyan kekuwatan gaib kawenehake marang wong liyane mestheni uwong bisa ngreti yen arep migunakake kekuwatan iku nganggo paedahe dhiri dhewe uga luwih gampang.

Supaya bisa nindhakake pamaluya marang dhirine dhewe kalawan sampurna wong ngesthi kudu mahamake cara-carane maluyakake panyakit. Iya iku cara-cara kang katindakake kanggo maluyakake wong liya lan wusanane ambudidaya supaya bisa migunakake obah-obahan iku marang awake dhewe.

Kawitane wong kudu nindakake patrape mangreh napas, kanggo negahake asabat. Dene carane ngatur napas iku kaprathelakake kalayan ringkes kaya ing ngisor iki :
Madika panggonan kang sepi.
Lungguha ing sawijining palinggihan kang endhek lan kepenak, sikil karo pisan tumapak ing lemah.
Badan kajejegake lan janggute diajokake.
Benik-beniking klambi kang kemancing padha kauculan, sabuk uga diuculi supaya sandangan dadi longgar lan kepenak kanggo tumindhak ing napas.
Pikiran katarik mlebu, supaya luwar saka sakehing geteran pikiran kaya saka ing jaba.
Sakehing urat-urat kakendokake.
Banjur narika napas kalawan alon lan nganti jero banget tahanen napas iku sawatara sekon/detik (kira-kira 6 detik) lan wusanane wetokna napas iku kalawan sareh.
Anujokna gumolonging pikiran kalawan ngetut marang napas kang mlebu metu iku kalawan giliran. Cara nindakake napas kaya ing ngisor iki :
Narik napas kalawan alon lan nganti jero ing sabisane, nganti dhadha mekar lan weteng dadi nglempet.
Nahan napas iku kira-kira nem saat utawa luwih suwe ing dalem paru-paru dhadhane cikben lestari mekare, lan wetenge cikben lestaringlempetake kalawan mangkono iku gurung dalaning napas tansah tetep menga.
Ambuangna napas kalawan alon nganti entek babar pisan nganti dhadha dadi kempes, lan weteng dadi mekar.
Banjurna marambah-rambah matrapake mangkono iku suwene kira-kira saka lima tumeka limolas menit utawa luwih suwe nganti bisa nemoni pangrasa anteng lan tentrem ing sajroning badan.

Carane matrapake kasebut ing dhuwur iku sawijining cara kanggo napakake napas, iki kena lan kudu ditindakake saben dina telung rambahan, dening sapa bae kang nglakoni tapa supaya oleh ilmu gaib. Daya kang luwih bagus iya iku miwiti makarti miturut pituduhan. Aja weya nindakake patrap kanggo napakake napas iku.

Cara matrapake tumindaking napas iku kena uga ditindakake kalayan leyeh-leyeh mlumah : ngendokake sakabehing urat-urat nyelehake tangan karo pisan sadhuwuring weteng lan nindakake lakuning napas miturut aturan. Daya ngisekake Prana Ngadeg kalawan jejeg sikil karo pisan kapepetake dadi siji lan driji -drijining tangan karo pisan dirangkep dadi siji kalawan longgar.

Banjur matrapa lakuning napas sawatara rambahan miturut aturan. Gawe segering utek lungguha kalawan jejeg lan nyelehna tangan karo pisan ing sandhuwuring pupu kiwa tengen: mripat mandheng marang arah ing ngarep kalawan tetep: sikil karo pisan tumadak ing lemah. Kalawan jempol tangan tengen anutup lenging grana sisih tengen lan anarika napas liwat lenging grana sisih kiwa, wusana nglepasake jempol iku banjur ambuwang napas lan nutupa lenging grana kiwa kalawan driji narika napas liwat lenging grana tengen, lepasna driji panutup iku lan ambuwanga napas. Mangkono sabanjure kalawan genti-genten kiwa lan tengen.


SASTROJENDRA


SASTRA JENDRA SEBAGAI AJARAN SINENGKER (RAHASIA)  

 1)      Ajaran ini bersumber dari istilah Sastra Harjendra Yuning Rat yang bersumber dari kisah Arjoena-Sasra Baoe karya pujangga R.Ng.Sindoesastra (Van Den Broek, 1870:31,33). Ungkapan serupa : Sastra Herjendra Hayuning Bumi (ibid:30) Sastra Hajendra Hayuningrat Pangruwating Barang Sakilar  (ibid:31), atau Sastradi (ibid:31), sastra Hajendra (ibid:31), sastra Hajendra Yuningrat Pangruwating Diyu (ibid:31), sastra Hajendra Wadiningrat (ibid:31), Sastrayu (ibid: 32, 34), atau sastra Ugering Agesang Kasampurnaning Titah Titining Pati Patitising Kamuksan (ibid:32), Jatining Sastra (ibid:32).

2)      Arti masing-masing istilah (Pradipta 1995) adalah sbb:
a.  Sastra Hajendra Yuning Rat (ilmu ajaran tertinggi yang jelas tentang keselamatan alam semesta)
b.  Sastra Harjendra Wadiningrat (ilmu ajaran keselamatan alam semesta untuk Meruwat raksasa).
c.  Sastra Hajendra Wadiningrat (ilmu ajaran tertinggi tentang keselamatan alam semesta rahasia dunia)
d.  Sastrayu (ilmu ajaran keselamatan)

3)      Penafsiran

a.  Seperti diketahui dalam kitab Arjoena-Sasra-Boe tak ada uraian yang memadai tentang bentuk, isi, dan nilai ajaran Sastra Jendra yang sinengker itu. Namun demikian janganlah lalu ditafsirkan bahwa di kalangan masyarakat Jawa tak ada seorangpun terutama pada waktu itu yang tidak tahu tentang bentuk, isi, dan nilai ajaran tersebut. Bahkan sebaliknya justru karena singkatnya uraian Sindusastra, dapat ditafsirkan bahwa masyarakat sudah tahu dan memahami betul tentang ajaran yang bersifat rahasia itu. Perihal Sinengker dapat ditafsirkan bahwa situasi, kondisi, lingkungan , iklim,  suasana sosial dan budaya setempat  /waktu  Sastra Jendra dilahirkan ,mungkin belum dapat diterima secara iklas dan trasparan,akan kehadiran ajaran Sastra Jendra tersebut

 b.  Didalam kitab Arjoena-Sasra-Baoe, Sastra Jendra hanya diuraikan secara singkat sbb: 

Sastrarjendra hayuningrat,pangruwat barang sakalir, kapungkur sagung rarasan, ing kawruh tan wonten malih, wus kawengku sastradi, pungkas-pungkasaning kawruh, ditya diyu raksasa, myang sato sining wanadri, lamun weruh artine kang sastrarjendra. Rinuwat dening bathara, sampurna patinireki, atmane wor lan manusa, manusa kang wus linuwih, yen manusa udani, wor lan dewa panitipun, jawata kang minulya mangkana prabu Sumali, duk miyarsa tyasira andhandhang sastra.

Terjemahannya :

Ilmu/ajaran tertinggi tentang keselamatan alam semesta, untuk meruwat segala hal, dahulu semua orang membicarakan pada ilmu ini tiada lagi, telah terbingkai oleh sastradi. Kesimpulan dari pengetahuan ini bahwa segala jenis raksasa, dan semua hewan di hutan besar, jika mengetahui arti sastra Jendra. Akan diruwat oleh dewa,menjadi sempurna kematiannya (menjadi) dewa yang dimuliakan, demikianlah Prabu Sumali, ketika mendengar hatinya berhasrat sekali mengetahui Sastra Jendra.

c.       Secara esensial ilmu/ajaran Sastra Jendra yang berarti ilmu/ajaran tertinggi tentang keselamatan, mengandung isi dan nilai Ketuhanan YME,mungkin karena pertimbangan tertentu, maka yang dipaparkan baik dalam Serat Arjunasastra maupun didalam lakon-lakon wayang hanyalah sebatas kulit saja, belum mengungkap secara mendasar tentang pokok bahasan dan  materi yang sebenarnya secara memadai. Namun demikian bagi orang yang memiliki ilmu semiotik Jawa (ilmu tanda atau ilmu tanggap samita), mungkin dapat menangkap maksud dan tujuan ilmu ini , serta dapat memaknai  ilmu Ketuhanan YME dalam proyeksi mikro dan makro.

d.      Struktur ilmu/ ajaran sastra Jendra dapat disusun sebagai berikut.:
 Sastra Jendra/Sastradi/Jatining Sastra/Satrayu
 Sastra Jendra Hayuningrat
(Sastra Jendra untuk setiap tatasurya)
Sastra Jendra Hayuning Bumi
(Sastra Jendra untuk Bumi dimana manusia hidup)
Sastra Jendra Pangruwating Barang Sakelir
(Untuk Meruwat segala Macam mahluk hidup)
SJP         SJP                 SJP                               SJP
Kewan     Dayu               Manungsa                       Lsp
(Hewan) (Raksasa)           (Manusia)                    (Lainnya)

Sastra Jendra Hayuning Bumi

(Sastra Jendra untuk bumi dimana manusia hidup)
Agama   Kepercayaan thd Tuhan YME ainnya
Agama :
Sastra Jendra Hayuning Bumi
Sastra Jendra utk Bumi dimana manusia hidup
Islam     Katolik   Kristen   Hindu    Budha
Kepercayaan terhadap Tuhan YME :
Sastra Jendra Hayuning Bumi
(Serat Jendta utk Bumi dimana manusia hidup)
 Kanuragan Sangkan Paran            Kasampurnan      Kasucen
         (SUAKTTPPK)
 *SUAKTTPPK = Sastra Urgening Agesang Kasampurnaning Titah Titining Pati Patising Kamuksan.
(Ilmu/ajaran) pedoman hidup kesempurnaan manusia kesempurnaan mati kesempurnaan moksa).
Lainnya :
Sastra Jendra Hayuning Bumi
(Sastra Jendra untuk Bumi dimana manusia hidup)
Agama   Kepercayaan thd Tuhan YME lainnya di dunia

a.  Sastra Jendra sebagai paguyuban Kepercayaan terhadap Tuhan YME

Di Indonesia terdapat organisasi budaya spiritual bernama paguyuban Sastra Jendra Hayuningrat Pangaruwating Diyu, anggotanya tersebar luas ke 14 propinsi. Paguyuban ini berpusat di Jakarta, disesepuhi oleh KRMH. Darudriyo Soemodiningrat. Paguyuban ini meyakini adanya Tuhan YME dan keberadaannya tak dapat diibaratkan dengan apapun. Menurut naskah pemaparan Budaya Spiritual. Ada pola dasar ajaran :
1.  Ajaran tentang Tuhan YME
2.  Ajaran tentang Alam semesta
3.  Ajaran tentang Manusia
4.  Ajaran tentang Kesempurnaan
(Uraian terperinci tidak disajikan di sini)
Menurut nama sumber Widyo Isworo SH (alm). Salah seorang warga senior dari paguyuban tersebut, Sastra Jendra yang amat luas berasal dari keraton, dipergunakan oleh para raja. Jadi sudah sejak dahulu ada. Sedangkan ilmu yang dikelola oleh paguyuban ini hanyalah terbatas pada Sastra Jendra yang berurusan dengan peningkatan watak dan perilaku raksasa saja. Itulah sebabnya diambil nama Sastra Jemdra Hayuningrat Pranguanting Diyu. Seseorang sebelum menyerap ilmu ini harys mengerti terlebih dahulu tentang mikro dan makro kosmos. Sesudah itu baru secara bertahap ia memahami, menghayati dan mengamalkan :

1). Kasatriyan (Kesatriaan)
2). Khadewasan (Kedewasaan)
3). Kesepuhan
4). Kawredhan

Ilmu ini sungguh bersifat rahasia dalam arti tidak mungkin disebar luaskan secara terbuka, karena penuh dengan laku bathin yang tidak sepenuhnya bisa diterima umum secara rasional.































Ngilmu Kasampurnan

Serat Kekiyasanning Pangracutan salah satu buah karya sastra Sultan Agung raja atara ( 1613 - 1645 ) rupa-rupanya Serat Kekiyasaning Pangrautan juga menjadi narasumber dala penulisan Serat Wirid Hidayat Jati oleh R.Ng Ronggowarsito karena ada beberapa bab yang terdapat pada Serat kekiyasanning Pangrautan terdapat pula pada Serat Wirid Hidayat Jati. Pada manuskrip huruf Jawa Serat kekiyasanning Pangracutan tersebut telah ditulis kembali pada tahun shaka 1857 / 1935 masehi. Disyahkan oleh pujangga di Surakarta RONG no-GO ma-WAR ni SI ra TO = Ronggowarsito atau R.. Ng. Rongowarsito.


SARASEHAN ILMU KESAMPURNAAN
terjemahan  

Ini adalah keterangan Serat Suatu pelajaran tentang Pangracutan yang telah disusun oleh Baginda Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma di Mataram atas berkenan beliau untuk membicarakan dan temu nalar dalam hal ilmu yang sangat rahasia, untuk mendapatkan kepastian dan kejelasan dengan harapan dapat dirembuk dengan para ahli ilmu kasampurnaan.

Adapun mereka yang diundang dalam temu nalar itu adalah :  
1.      Panembahan Purbaya
2.      Panembahan Juminah
3.      Panembahan Ratu Pekik di Surabaya
4.      Panembahan Juru Kithing
5.      Pangeran di Kadilangu
6.      Pangeran di Kudus
7.      Pangeran di Tembayat
8.      Pangeran Kajuran
9.      Pangeran Wangga
10.    Kyai Pengulu Ahmad Kategan  

 1.      Berbagai Kejadian Pada Jenazah
Adapun yang menjadi pembicaraan, beliau menanyakan apa yang telah terjadi setelah manusia itu meninggal dunia, ternyata mengalami bermacam-macam kejadian pada jenazahnya dari berbagai cerita umum, juga menjadi suatu kenyataan bagi mereka yang sering menyaksikan keadaan jenazah yang salah kejadian atau berbagai macam kejadian pada keadaan jenazah adalah berbagai diketengahkan dibawah ini :

1)      Ada yang langsung membusuk
2)      Ada pula yang jenazahnya utuh
3)      Ada yang tidak berbentuk lagi, hilang bentuk jenazah
4)      Ada pula yang meleleh menjadi cair
5)      Ada yang menjadi mustika (permata)
6)      Istimewanya ada yang menjadi hantu
7)      Bahkan ada yang menjelma menjadi hewan.

Masih banyak pula kejadiaanya, lalu bagaimana hal itu dapat terjadi apa yang menjadi penyebabnya. Adapun menurut para pakar setelah mereka bersepakat disimpulkan suatui pendapat sebagai berikut :
Sepakat dengan pendapat Sultan Agung bahwa manusia itu setelah meninggal keadaan jenazahnya berbeda-beda itu suatu tanda bahwa disebabkan karena ada kelainan atau salah kejadian (tidak wajar), makanya demikian karena pada waktu masih hidup berbuat dosa setelah menjadi mayat pun akan mengalami sesuatu masuk kedalam alam penasaran. Karena pada waktu pada saat sedang memasuki proses sakaratul maut hatinya menjadi ragu, takut, kurang kuat tekadnya, tidak dapat memusatkan pikiran hanya untuk satu ialah menghadapi maut. Maka ada berbagai bab dalam mempelajari ilmu ma’rifat, seperti yang akan kami utarakan berikut ini :

1. Pada waktu masih hidupnya, siapapun yang senang tenggelam dalam kekayaan dan kemewahan, tidak mengenal tapa brata, setelah mencapai akhir hayatnya, maka jenazahnya akan menjadi busuk dan kemudian menjadi tanah liat sukmanya melayang gentayangan dapat diumpamakan bagaikan rama-rama tanpa mata sebaliknya, bila pada saat hidupnya gemar menyucikan diri lahir maupun batin. Hal tersebut sudah termasuk lampah maka kejadiannya tidak akan demikian.

2. Pada waktu masih hidup bagi mereka yang kuat pusaka tetapi tidak mengenal batas waktunya bila tiba saat kematiannya maka mayatnya akn terongok menjadi batu dan membuat tanah perkuburannya itu menjadi sanggar adapun rohnya akan menjadi danyang semoro bumi walaupun begitu bila masa hidupnya mempunyai sifat nrima atau sabar artinya makan tidur tidak bermewah-mewah cukup seadanya dengan perasaan tulus lahir batin kemungkinan tidaklah seperti diatas kejadiannya pada akhir hidupnya.

3. Pada masa hidupnya  seseorang yang menjalani lampah tidak tidur tetapi tidak ada batas waktu tertentu pada umumnya disaat kematiannya kelak maka jenaahnya akan keluar dari liang lahatnya karena terkena pengaruh dari berbagai hantu yang menakutkan. Adapun sukmanya menitis pada hewan. Walaupun begitu bila pada masa hidupnya disertai sifat rela bila meninggal tidak akan keliru jalannya.

4. Siapapun yang melantur dalam mencegah syahwat atau hubungan seks tanpa mengenal waktu pada saat kematiannya kelak jenazahnya akan lenyap melayang masuk kedalam alamnya jin, setan, dan roh halus lainnya sukmanya sering menjelma menjadi semacam benalu atau menempel pada orang seperti menjadi gondaruwo dan sebagainya yang masih senang mengganggu wanita kalau berada pada pohon yang besar kalau pohon itu di potong maka benalu tadi akan ikut mati walaupun begitu bila mada masa hidupnya disertakan sifat jujur tidak berbuat mesum, tidak berzinah, bermain seks dengan wanita yang bukan haknya, semuanya itu jika tidak dilanggar tidak akan begitu kejadiannya kelak.

5. Pada waktu masih hidup selalu sabar dan tawakal dapat menahan hawa nafsu berani dalam lampah dan menjalani mati didalamnya hidup, misalnya mengharapkan janganlah sampai berbudi rendah, rona muka manis, dengan tutur kata sopan, sabar dan sederhana semuanya itu janganlah sampai belebihan dan haruslah tahu tempatnya situasi dan kondisi dan demikian itu pada umumnya bila tiba akhir hayatnya maka keadaan jenazahnya akan mendapatkan kemuliaan sempurna dalam keadaannya yang hakiki. Kembali menyatu dengan zat yang Maha Agung, yang dapat mneghukum dapat menciptakan apa saja ada bila menghendaki datang menurut kemauannya apalagi bila disertakan sifat welas asih, akan abadilah menyatunya Kawulo Gusti.
Oleh karenanya bagi orang yang ingin mempelajari ilmu ma’arifat haruslah dapat menjalani : Iman, Tauhid dan Ma’rifat.

 2.      Berbagai Jenis Kematian

Pada ketika itu Baginda Sultan Agung Prabu Hanyangkra Kusuma merasa senang atas segala pembicaraan dan pendapat yang telah disampaikan tadi. Kemudian beliau melanjutkan pembicaraan lagi tentang berbagai jenis kematian misalnya  
Mati Kisas
Mati kias
Mati sahid
Mati salih
Mati tewas
Mati apes

Semuanya itu beliau berharap agar dijelaskan apa maksudnya maka yang hadir memberikan jawaban sebagai berikut :

Mati Kisas,  adalah suatu jenis kematian karena hukuman mati. Akibat dari perbuatan orang itu karena membunuh, kemudian dijatuhi hukuman karena keputusan pengadilan atas wewenang raja.
Mati Kias, adalah suatu jenis kematian akibatkan oleh suatu perbuatan misalnya: nafas atau mati melahirkan.
Mati Syahid, adalah suatu jenis kematian karena gugur dalam perang, dibajak, dirampok, disamun.
Mati Salih, adalah suatu jenis kematian karena kelaparan, bunuh diri karena mendapat aib atau sangat bersedih.
Mati Tiwas, adalah suatu jenis kematian karena tenggelam, disambar petir, tertimpa pohon , jatuh memanjat pohon, dan sebagainya.
Mati Apes, suatu jenis kematian karena ambah-ambahan, epidemi karena santet atau tenung dari orang lain yang demikian itu benar-benar tidak dapat sampai pada kematian yang sempurna atau kesedanjati bahkan dekat sekali pada alam penasaran.
Berkatalah beliau : “Sebab-sebab kematian tadi yang mengakibatkan kejadiannya lalu apakah tidak ada perbedaannya antara yang berilmu dengan yang bodoh ? Andaikan yang menerima akibat dari kematian seornag pakarnya ilmu mistik, mengapa tidak dapat mencabut seketika itu juga ?”
Dijawab oleh yang menghadap : “Yang begitu itu mungkin disebabkan karena terkejut menghadapi hal-hal yang tiba-tiba. Maka tidak teringat lagi dengan ilmu yang diyakininya dalam batin yang dirasakan hanyalah penderitaan dan rasa sakit saja. Andaikan dia mengingat keyakinan ilmunya mungkin akan kacau didalam melaksanakannya tetapi kalau selalu ingat petunjuk-petunjuk dari gurunya maka kemungkinan besar dapat mencabut seketika itu juga.
Setelah mendengar jawaban itu beliau merasa masih kurang puas menurut pendaat beliau bahwa sebelum seseorang terkena bencana apakah tidak ada suatu firasat dalam batin dan pikiran, kok tidak terasa kalau hanya begitu saja beliau kurang sependapat oleh karenanya beliau mengharapkan untuk dimusyawarahkan sampai tuntas dan mendapatkan suatu pendapat yang lebih masuk akal.
Kyai Ahmad Katengan menghaturkan sembah: “Sabda paduka adalah benar, karena sebenarnya semua itu masih belum tentu , hanyalah Kangjeng Susuhunan Kalijogo sendiri yang dapat melaksanakan ngracut jasad seketika , tidak terduga siapa yang dapat menyamainya

 3.      Wedaran Angracut Jasad

Adapun Pangracutan Jasad yang dipergunakan oleh Kangjeng Susuhunan Kalijogo, penjelasannya yang telah diwasiatkan kepada anak cucu seperti ini caranya:
“Badan jasmaniku telah suci, kubawa dalam keadaan nyata, tidak diakibatkan kematian, dapat mulai sempurna hidup abadi selamanya, didunia aku hidup, sampai di alam nyata (akherat) aku juga hidup, dari kodrat iradatku, jadi apa yang kuciptakan, yang kuinginkan ada, dan datang yang kukehendaki”.

 4.      Wedaran Menghancurkan Jasad

Adapun pesan beliau Kangjeng Susuhunan di Kalijogo sebagai berikut : “Siapapun yang menginginkan dapat menghancurkan tubuh seketika atau terjadinya mukjijat seperti para Nabi, mendatangkan keramat seperti para Wali, mendatangkan ma’unah seperti para Mukmin Khas, dengan cara menjalani tapa brata seperti pesan dari Kangjeng Susuhunan di Ampel Denta :  
Menahan Hawa Nafsu, selama seribu hari siang dan malamnya sekalian.
Menahan syahwat (seks), selama seratus hari siang dan malam
Tidak berbicara, artinya membisu, dalam empat puluh hari siang dan malam
Puasa padam api, tujuh hari tujuh malam
Jaga, lamanya tiga hari tiga malam
Mati raga, tidak bergerak lamanya sehari semalam.

Adapun pembagian waktunya dalam lampah seribu hari seribu malam itu beginilah caranya :

1. Manahan hawa nafsu, bila telah mendapat 900 hari lalu teruskan dengan
2. Menahan syahwat, bila telah mencapai 60 hari, lalu dirangkap juga dengan
3. Membisu tanpa berpuasa selama 40 hari, lalu lanjutkan dengan
4. Puasa pati selama 7 hari tujuh malam, lalu dilanjutkan dengan
5. Jaga, selama tiga hari tiga malam, lanjutkan dengan
6. Pati raga selama sehari semalam.
Adapun caranya Pati Raga adalah : tangan bersidakep kaki membujur dan menutup sembilan lobang ditubuh, tidak bergerak-gerak, menahan tidak berdehem, batuk, tidak meludah, tidak berak, tidak kencing selama sehari semalam tersebut. Yang bergerak tinggallah kedipnya mata, tarikan nafas, anapas, tanapas nupus, artinya tinggal keluar masuknya nafas, yang tenang jangan sampai bersengal-sengal campur baur.
Perlunya Pati Raga
Baginda Sultan Agung bertanya : “Apakah manfaatnya Pati Raga itu ?”
Kyai Penghulu Ahmad Kategan menjawab : “Adapun perlunya pati raga itu, sebagai sarana melatih kenyataan, supaya dapat mengetahui pisah dan kumpulnya Kawula Gusti, bagi para pakar ilmu kebatinan pada jaman kuno dulu dinamakan dapat Meraga Sukma, artinya berbadan sukma, oleh karenanya dapat mendakatkan yang jauh, apa yang dicipta jadi, mengadakan apapun yang dikehendaki, mendatangkan sekehendaknya, semuanya itu dapat dijadikan suatu sarana pada awal akhir. Bila dipergunakan ketika masih hidup di Dunia ada manfaatnya, begitu juga dipergunakan kelak bila telah sampai pada sakaratul maut  































Wewedharanipun Tri Bawana
[Jabaran tiga dunia]

BAHASA JAWA

1. Ayat ingkang sapisan, dipun wastani pambukaning tata mahligai ing dalem Baitalmakmur, kados makaten wewedharanipun :
Sajatine ingsun nata malige ing dalem Baitalmakmur iya iku enggon parameyaningsun jumeneng ana sirahing Adam, kang ana sajroning sirah iku dimak, iya iku utek kang ana antaraning Dimak iku manik, sajroning pranawa iku sukna, sajroning sukma iku rahsa, sajroning rahsa iku ingsun ora ana pangeran, anging ingsun dzat kang anglimputi ing kahanan jati.

2. Ayat ingkang kaping kalih dipun wastani pambukaning tata mahlige ing dalem Baitalmukharam, kados makten wewedharanipun :
Sajatine ingsun anata malige ing dalem baitalmukharam, iya iku enggon laranganingsun jumeneng ana jajaning Adam, kang ana sajroning dhada iku ati, kang ana antaraning ati iku jantung, sajroning jantung iku budi, sajroning budi iku jinem, sajroning jinem iku sukma, sajroning sukma iku rahsa, sajroning rahsa iku ingsun, ora ana Pangeran anging ingsun dzat kang anglimputi kahanan jati.

3. Ayat ingkang kaping tiga dipun wastani pambukaning tata mahlige ing dalem Baitalmukadas, mekaten wewejanganipun :
Sajatine ingsun anata Malige ing dalem Baitalmukadas, iya iku enggon pasucen ingsun jumeneng ana ing kontholing Adam, kang ana ing sajroning konthol iku pringsilan, kang ada antaraning iku mutfah, iya iku mani sajroning mutfah iku madi, sajroning madi iku wadi, sajroning wadi iku manikem, sajroning manikem iku rahso sajroning rahso iku ingsun, ora ana Pangeran anging ingsun dzat kang anglimputi ing kahanan jati.
Menggah ingkang sami kapareng amedharaken wedharan triloka wau para wali 8 :
Susuhunan  ing Giri Kadhaton
Susuhunan ing Kudus
Susuhunan ing Panggung
Susuhunan ing Majagung
Susuhunan ing Pancuran
Susuhunan ing Cirebon
Syeh  Maulana Ibrahim Jatiswara
Susuhunan ing Kajenar

Dene anggenipun sami karsa amedharaken Triloka punika saking anggenipun sami ambabar kaelokaning Ilmi kasampurnan, ingkang kaangge witting Ilmi bangsa Sorogan, kadosta :

Kawasa saget andhatengaken salwiring sedya.
Anggenipun kawasa saget adamel lumpuhing para cidra, inggih punika bangsaning pangetisan.
Sami kawasa saget adamel sarana wewelikaning pandulu inggih punika kalebet Aji Sesulapan.
Sami anggelaraken bangsaning gendam, urawi puter giling sapanunggalanipun, nanging sadya kal wau nalika pakumpulan kaliyan Kanjeng Susuhunan ing Kalijogo inggih sami ajrih anggelaraken.
Purunipun adamel kaelokan sareng Kanjeng Susuhunan Ing Kalijaga sampun kayun widaraini, tegesipun gesang toya kalih wonten ing donya gesang, ing kahanan akhir inggih gesang, sanyata langgeng boten ewah gingsir mila waget jumeneng Gosul Alam, tegesipun dados musthikaning Sapta Bawana, inggih punika winenang mengku Bumi langit sap pitu, tetep gesang piyambak boten wonten ingkang anggesangi. 

TERJEMAHAN

1. Ayat yang pertama dinamakan terbukanya tata mahligai Baitalmakmur wedarnya/jabarannya sebagai berikut :
Sebenarnya aku mengatur singgasana di dalam Baitalmakmur, di situlah tempat kesenangan-KU, berada di kepada Adam ,yang berada didalam kepala disebut dimak yaitu otak, yang berada diantara dimak itu manik, didalam manik itu pramana adalah pranawa, didalam pranawa itu adalah sukma itu adalah rahsa, didalam rahsa itu adalah aku, tidak ada Pangeran hanya dzat yang meliputi disemua keadaan.

2. Ayat yang kedua dinamakan terbukanya susunan singgasana dalam Baitalmukharam sebagai berikut :
Sebenarnya aku menata singgasana dalam Baitalmukharam itulah tempat larangan-larangan-KU, yang berada didada Adam, yang berada di dalam dada itu hati, yang berada diantara hati itu jantung, di dalam jantung itu budi, di dalam budi itu jinem, di dalam jinem itu sukma, didalam sukma itu rahsa dan di dalam rahsa itu aku, tidak ada Tuhan kecuali aku, Dzat yang emliputi semua keadaan .

3. Ayat ketiga dinamakan terbukanya susunan singgasana dalam Baitalmukadas sebagai berikut :
Sebenarnya aku menata singgasana dalam Baitalmukadas, rumah tempat yang aku sucikan berada didalam kontolnya Adam, yang berada di dalam kontol itu pelir, yang berada di dalam pelir itu mutfah yakni mani, di dalam mutfah adalah madi, di dalam madi itu manikem, di dalam manikem itu rahsa, di dalam rahsa itu adalah aku tidak ada Tuhan kecuali aku, dzat yang meliputi semua keadaan.

Adapun yang ditunjuk mewedarkan wedaran Triloka ialah delapan wali, sebagai berikut :

Sesuhunan di Giri Kedaton
Sesuhunan di Kudus
Sesuhunan di Panggung
Sesuhunan di Pajagung
Sesuhunan di Pancuran
Sesuhunan di Cirebon
Syeh Maulana Ibrahim Jatiswara
Sesuhunan di Kajenar

Adapun mereka mau mewedarkan Triloka itu, karena mereka telah menyaksikan kehebatan ilmu kasampurnan, yang dianggap menjadi kuncinya ilmu sorogan, misalnya :

Mampu mendatangkan semua yang dikehendaki
Mampu melumpuhkan orang yang berniat jahat, yaitu tergolong pangatisan.
Mampu membuat penglihatan menjadi berubah ialah sebangsa sulapan.
Mampu menggelarkan jenisnya dendam, atau puter giling dan sebagainya, tetapi semua itu ketika masih berkumpul dengan Sunan Kalijogo, mereka tkut mempergunakan ilmu-ilmu tersebut.
Mereka membuat keanehan setelah Sunan Kalijogo sudah kayun widaraini artinya hidup di akherat pun hidup. Ternyata abadi tidak berubah oleh karenanya dapat menyandang  sebagi Gosul Alam, artinya menjadi mustikanya tujuh lapis Bawana mempunyai wewenang menguasai Bumi dan langit lapis tujuh.


                                                                        Jakarta, 10 April 2002


Read more »

 
Powered by Blogger